Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tata Niaga Pangan

Publik Berhak Curiga atas Impor Beras hingga 2,8 Juta Ton

Foto : ANTARA/HENRY PURBA

MASYHURI Guru Besar Fakultas Pertanian UGM - Sayangnya, kita tidak mendengar sama sekali usaha meningkatkan produksi sejak 1,5–2 tahun lalu ketika El Nino sudah diprediksi akan terjadi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pernyataan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, yang akan kembali memenuhi defisit beras nasional 2,8 juta ton pada Januari-Februari 2024 melalui impor mulai dipertanyakan. Bahkan, masyarakat pun dinilai berhak untuk curiga dari kebijakan impor yang melonjak drastis itu menjelang pemilu.

Guru Besar Fakultas Pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Masyhuri, mengatakan keputusan impor beras hingga 2,8 juta ton adalah angka yang sangat besar. Selama ini, impor beras sebesar itu, jarang sekali terjadi.

Dia mengakui alasan pemerintah yakni dampak El Nino dengan masa paceklik memuncak pada Januari saat ini sebagai alasan yang sangat kuat. Tetapi harus diingat, El Nino sudah jauh-jauh hari seharusnya sudah diprediksi dan Januari sebagai puncaknya sudah ketahuan.

"Sayangnya, kita tidak mendengar sama sekali usaha meningkatkan produksi sejak 1,5-2 tahun lalu ketika El Nino sudah diprediksi akan terjadi. Yang kita dengar malah dana besar untuk food estate (lumbung pangan) yang ceritanya cerita gagal," papar Masyhuri.

Selama tidak ada penjelasan yang logis kenapa tidak ada usaha peningkatan produksi pangan dalam 10 tahun terakhir dan di masa pemilu malah impor begitu besar, maka sangat wajar publik berhak curiga.

"Kita berhak curiga memang ada yang diuntungkan dari aktivitas impor sekarang ini. Ada yang sedang butuh duit besar. Masyarakat berhak curiga karena faktanya angka produksi tidak naik di tengah ancaman El Nino dan angka impor begitu besar," papar Masyhuri.

Senada dengan Masyhuri, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan dari kacamata ekonomi politik, hampir setiap penyelenggaraan pemilu ada importasi komoditas. Tahun 2018 ada, termasuk tahun 2023-2024 ini memang ada importasi komoditas, kali ini beras.

"Bansos yang digelontorkan bisa digunakan untuk kepentingan politik. Tengok saja nanti yang bisa memanfaatkan bansos ini siapa saja," tegas Huda.

Dari sisi pertanian, kebijakan impor itu semakin membuat petani tidak bisa menikmati keuntungan optimal. Terlebih kemungkinan akan datang di Februari-Maret yang biasanya sudah ada yang panen musim tanam 1 (MT1).

"Bisa dibilang panen raya juga. Padahal El Nino sudah terjadi sejak tahun lalu, namun tidak belajar dari kebijakan sebelumnya, Bapanas (NFA) malah melanggengkan importasi," tandas Huda.

Disetujui Presiden

Seusai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan defisit persediaan beras nasional sekitar 2,8 juta ton akibat dampak El Nino pada Januari hingga Februari 2024 akan dipenuhi melalui program impor beras.

"Tapi, kita akan cover dengan yang carry over 2023 dan importasi yang masuk di 2024," kata Arief.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), kata Arief, gap sekitar 2,8 juta ton beras dihitung berdasarkan angka kebutuhan beras rata-rata nasional sekitar 2,5 hingga 2,6 juta ton per bulan dengan kemampuan produksi di awal Januari yang kurang dari satu juta ton akibat dampak El Nino.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top