Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Art Therapy

Psikoterapi untuk Atasi Trauma Anak Pasca Bencana

Foto : koran jakarta/ imantoko
A   A   A   Pengaturan Font

Art therapy atau terapi seni merupakan psikoterapi yang menggunakan seni untuk sarana berkomunikasi atau ekspresi diri. Cara ini dinilai ampuh untuk meredam rasa trauma yang dialami anak pasca bencana alam.

Indonesia adalah negara yang rawan bencana, berbagai bencana selalu menyertai setiap tahunnya. Selama 2018 Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Kamis (25/10), tercatat ada 1.999 kejadian bencana di Indonesia. Jumlah ini akan terus bertambah hingga akhir 2018.

Dampak yang ditimbulkan bencana sangat besar, sejauh ini tercatat tak kurang dari 3.548 orang meninggal dunia dan hilang, 13.112 orang luka-luka, 3,06 juta jiwa mengungsi dan terdampak bencana, 339.969 rumah rusak berat, 7.810 rumah rusak sedang, 20.608 rumah rusak ringan, dan ribuan fasilitas umum rusak.

Faktor lainnya akibat bencana ialah kesehatan jiwa pasca bencana. Tak dipungkiri melihat lingkungan tempat tinggalnya hancur menyisakan kegelisahan tersendiri, yang berujung pada rasa traumatik yang mendalam.

Altha Rivan, pekerja seni dan pegiat dana bantuan gempa Lombok, menceritakan situasi serta kondisi mentalnya pasca bencana gempa di Lombok pada Juli 2018. "Saya merasakan betul semua karakter gempa di Lombok, dan melihat dengan jelas bagaimana kondisi lingkungan saya waktu itu. Hal yang pertama saya lakukan itu coba menerima semua cobaan ini, dengan cara melihat kondisi langsung, karena kalau saya diem saja bisa makin stres," terang Altha kepada Koran Jakarta di sela acara Talkshow 'Menggunakan Bakat Kita untuk Meringankan Derita Korban Gempa' di Jakarta, belum lama ini.

Setelah itu melalui koneksi jaringan kerja seninya di Lombok, Altha mulai memanfaatkan bakat yang ia miliki untuk sedikit meredam dampak bencana. "Gerakan ini tumbuh begitu saja, teman-teman pegiat seni di Lombok, entah itu dari komunitas sastra, musik, lukis, mural, dan lain-lain memanfaatkan bakat kesenian yang dimiliki untuk mental healing, kami melakukan mural di sisa-sisa reruntuhan bangunan, kemudian ada kegiatan cerita wayang yang disisipkan pesan semangat gotong royong. Semua itu dilakukan semata-mata agar kita berani menerima dan tidak menyerah pada kondisi ini," jelasnya.

Konsep mental healing melalui kesenian sepengamatan Altha bisa menjadi cara ampuh untuk meminimalisir rasa trauma. Manfaat itu ia rasakan sendiri melalui bakat seni yang dirinya miliki. "Saya merasa ketika berkarya pada situasi ini lambat laun rasa trauma saya hilang, dan sebenarnya apa yang saya rasakan itu mengalir ke karya seni mural yang saya buat dan terasa sangat jujur, seperti refleksi diri saya saat berada pada situasi pasca bencana gempa, sangat menenangkan." ungkapnya. ima/R-1

Membantu Anak Lepas Kecemasan

Guncangan bencana yang begitu hebat juga berdampak kepada kesehatan mental anak. Rasa trauma yang mereka dapat di wilayah bencana harus segera di atasi melalui terapi seni, yang secara penerapan begitu ringan dan mudah diterima anak dan remaja.

Menurut psikolog anak, Vera Itabiliana Hadidjojo, seni yang bersifat bebas dapat melebur suasana hati anak, yang penuh dengan tekanan pasca bencana. "Kejadian bencana itu sangat berat, bahkan dapat berdampak pada risiko gangguan kecemasan. Anak-anak itu melihat dan merasakan langsung hebatnya bencana gempa tempo hari, sekolah dan rumah mereka hancur, anggota keluarga dan teman-teman mainnya hilang, bahkan menjadi korban, dan lain sebagainya, sulit diterima anak-anak," jelas Vera.

Melalui terapi seni secara bertahap anak-anak bisa melepas kecemasan melalui berbagai kegiatan seni, seperti melukis, menari atau bernyanyi. "Melalui seni anak-anak bisa mengekplorasi diri sesuai apa yang diinginkanya. Mereka tidak takut salah, dengan sejujur-jujurnya akan mengungkapkan rasa yang ia miliki. Dan umumnya akan kelihatan sisi trauma anak dalam keadaan bencana, karena sangat menggambarkan sisi perasaan traumanya terhadap bencana, dan itu sangat baik untuk penyembuhan dirinya," lanjutnya.

Dan yang perlu diperhatikan pula, anak-anak secara mental tidak sekuat orang dewasa, sehingga orang tua harus peka terhdap kesehatan mental anak, meskipun dari penampakan fisik si anak mungkin terlihat kuat atau tegar sekalipun.

"Ada yang bilang, anak-anak cepat lupa terhadap satu kejadian, itu salah. Apa yang dia lihat, sebenarnya tidak seperti apa yang mereka rasakan. Memang macam-macam ekspresinya, ada yang menangis, diam, histeris. Mereka masih sangat muda dan bingung mau mengeskpesikan seperti apa perasaannya," papar Vera.

Umumnya untuk mendiagnosa anak mengalami trauma atau tidak, khususnya pada situasi bencana, ialah sering menangis dan tidak ingin lepas dari orang tuanya. Kemudian bisa juga rasa trauma itu menganggu pola tidur anak seperti tidak tenang. "Karakteristik rasa trauma pada anak laki-laki dan perempuan juga punya ciri masing-masing, kalau anak laki-laki itu cendrung agresif, sedangkan perempuan lebih ke murung, berdiam diri dan lain-lain," ujar Vera. ima/R-1

Meminimalisasi Kegentingan Situasi

Porsi besar untuk mengatasi trauma anak ada pada orang tua. Anak yang mengalami trauma harus diperhatikan secara khusus agar trauma yang ia rasakan tidak berkelanjutan. Pasalnya, trauma pada anak dapat mengganggu perkembangannya, yang kemudian bisa terbawa sampai ia dewasa. Dan tak hanya bencana alam, trauma pada anak bisa didapatkan dalam bentuk trauma fisik dan psikologis lain, seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, bahkan terorisme.

Ketika mengalami bencana, yang perlu dilakukan orang tua, harus bersikap tenang, kalau pun mengalami trauma harus segera di atasi. Ini penting dilakukan untuk menjaga anak-anaknya, atau setidaknya meminimalisir kegentingan situasi yang ada.

"Orang dewasa itu lebih memiliki kendali diri yang lebih matang. Dan salah satu cara terampuh juga bagi orang tua saat berhadapan dengan situasi bencana, meminta bantuan kepada relawan, minta pendapat atau arahan apabila Anda mendapatkan kesulitan," tutur Vera.

Kemudian sebisa mungkin orang tua mulai menggali potensi bakat seni anak sejak dini. Karena ini penting sebagai konsep mental healing mereka. "Nilai plusnya untuk anak itu sendiri, dan untuk sekitarnya juga sangat bermanfaat karena dapat menularkan semangat positif melalui seni," sambungnya.

Sebagai tambahan, menurut Florence Halstead, peneliti bidang Human Geography dari University of Hull, cara untuk mengatasi trauma pada anak korban bencana yang cukup penting dilakukan ialah memaparkan fakta kepada anak tentang penyebab bencana alam seperti gempa. Ajarkan pula apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama gempa, serta bagaimana dapat melindungi dirinya dan orang lain di sekitarnya.

Melibatkan anak-anak korban bencana dalam proses pembersihan dan pemulihan, juga bisa membantu mengatasi trauma mereka. Hasilnya, anak-anak itu jadi memiliki perasaan yang jauh lebih baik terhadap situasi yang mereka alami. Trauma mereka pun sedikit mulai berkurang. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top