Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Pertanian seluler yang berbasis kultur sel bisa menjadi solusi dalam menekan emisi karbon dioksida. Para petani bisa memproduksi protein daging dan susu secara molekuler, tanpa perlu memelihara ternak yang tidak ramah lingkungan.

Protein dari Teknologi Pertanian Seluler

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Salah emisi karbon dioksida terbesar dihasilkan dari peternakan. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) total emisi dari peternakan global mencapai 7,1 gigaton karbon dioksida per tahun atau menyumbang sebesar 14,5 persen.
Karena peternakan cukup signifikan dalam menyumbang emisi karbon maka mengurangi konsumsi produk dari peternakan seperti daging dan susu dapat mengurangi pencemaran senyawa tersebut di udara untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim.
Sebuah perusahaan rintisan bernama Perfect Day memiliki cara sendiri dalam menyumbang penurunan emisi di sektor peternakan. Menurut laporan BBC, perusahaan ini menawarkan protein mirip susu yang tidak berasal dari sapi, namun dari hasil fermentasi jamur.
Segelas kopi berbusa yang ditawarkan dengan susu dari Perfect Day terlihat seperti kopi latte lainnya. Perbedaannya susu dalam cangkir sebagai campuran tidak berasal dari sapi, namun dihasilkan dari bahan jamur.
Perumal Gandhi, nama perintis perusahaan tersebut bersama rekannya Dyan Pandya, seorang bioengineer dari Berkley, Amerika Serikat, melengkapi jamur dengan urutan gen yang digunakan oleh sapi untuk menghasilkan protein susu tertentu, seperti protein whey yaitu salah satu jenis protein utama yang terkandung dalam produk susu.
Ketimbang mengambil DNA dari sapi, keduanya menggunakan gen yang sudah didekode untuk protein susu, dan memasukkan gen tersebut ke dalam jamur. Melalui proses fermentasi, jamur kemudian menghasilkan protein. Zat gizi ini kemudian digunakan untuk membuat cairan dengan sifat yang mirip dengan susu hewani, bisa juga dipakai untuk membuat es krim atau krim keju nonhewani.
"Kami sekarang berada di garis depan untuk dapat membuat bahan-bahan bervolume tinggi, murah, dan sangat murni menggunakan fermentasi, yang belum pernah dilakukan sebelumnya," kata Pandya seperti dikutip Specialty Food.
Inovasi yang dilakukan Gandhi dan Pandya dalam menemukan cara alternatif untuk menghasilkan makanan tanpa menggunakan hewan dikenal dengan pertanian seluler (cellular agriculture). Idenya adalah untuk menghasilkan daging, susu atau produk hewani lainnya tanpa perlu memelihara dan menyembelih ternak sehingga ramah bagi bumi.
Secara lebih jelas, pertanian seluler adalah bidang pertanian yang berfokus pada produksi pertanian dari kultur sel. Pertanian ini memanfaatkan kombinasi bioteknologi, rekayasa jaringan, biologi molekuler, dan biologi sintetik untuk membuat dan merancang metode baru dalam memproduksi protein, lemak, dan jaringan yang biasanya berasal dari pertanian tradisional.
Sebagian besar industri difokuskan pada produk hewani, seperti daging, susu, dan telur, yang diproduksi dalam kultur sel, meninggalkan pertanian tradisional dengan memelihara dan menyembelih hewan ternak seperti dalam pertanian tradisional.
Konsep pertanian seluler yang paling terkenal adalah daging kultur. Meskipun pertanian seluler adalah disiplin ilmiah yang relatif baru, produk pertanian seluler sebenarnya telah dikomersialkan sejak awal abad ke-20 melalui produksi insulin dan rennet.
Menurut Gandhi, jika dunia ingin memenuhi ambisi mencapai emisi nol karbon bersih pada pertengahan abad seperti yang digariskan Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, industri makanan harus memainkan perannya. Ia berharap ilmuwan lain di seluruh dunia dapat menghasilkan makanan yang meniru daging dan susu di laboratorium.
Perfect Day tidak sendiri, Turtle Tree Labs di Singapura, misalnya, adalah perusahaan pertama di dunia yang menggunakan sel punca dari mamalia untuk membuat susu, dengan mendorong sel tersebut untuk memproduksi susu dalam bioreaktor besar. Cara ini mengurangi kebutuhan akan sapi perah, yang menghasilkan metana gas yang memerangkap panas 25 kali lebih kuat dari CO2.
Teknologi serupa juga digunakan untuk membuat daging di laboratorium, dengan menumbuhkannya dari sel hewan. Pada tahun 2013, ilmuwan dari University of Maastricht, Mark Post, meluncurkan burger daging sapi yang ditanam di laboratorium pertama di dunia, dibentuk dari bundel kecil serat otot yang dibuat dengan membiakkan sel yang diambil dari sapi.
Post menyebut ciptaannya sebagai "very good start" atau awal yang sangat baik. Sesuai dengan kata-katanya, perusahaan bernama Mosa Meat sekarang dapat membuat 80.000 burger hanya dari sampel sel seukuran biji wijen.
Sekarang semakin banyak upaya untuk menumbuhkan daging secara seluler dari berbagai hewan, termasuk domba, babi, ikan, dan ayam yang tahun lalu disetujui untuk dijual di Singapura.
Satu studi baru-baru ini terhadap konsumen di Inggris memperkirakan bahwa daging budi daya dapat mencapai 40 persen dari asupan daging tahunan di negara itu. Mereka tampak menerima produk yang dikembangkan di laboratorium. Hay


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top