Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Transisi Energi - Hingga 2022, Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT Baru 12,5 GW

Progres Bauran EBT Tak Sesuai Target

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi penurunan emisi pada 2022 mencapai 91,5 juta ton atau melampaui target yang dipatok sebelumnya. Ironisnya, capaian itu dinilai bukan disebabkan meningkatnya pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT), melainkan karena melambatnya laju pertumbuhan konsumsi listrik.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, menilai, bagi Kementerian ESDM, capaian penurunan emisi tersebut cukup baik karena sesuai harapan. Namun, terang dia, penurunan emisi ini juga terjadi dipengaruhi perlambatan pertumbuhan permintaan listrik, termasuk adanya penundaan operasi pembangkit listrik tenaga uap karena efek pandemi.

"Kalau dilihat dari penambahan bauran energi terbarukan justru tidak sesuai harapan. Seharusnya bauran energi terbarukan (ET) kita sudah mencapai 16-17 persen pada 2022, tetapi kenyataannya lebih rendah dari target yang seharusnya dicapai menuju 23 persen pada 2025," ungkapnya pada Koran Jakarta, Selasa (31/1).

Laporan Kementerian ESDM pada awal pekan ini menunjukkan, hingga 2022, kapasitas terpasang pembangkit EBT baru 12,5 gigawatt (GW). Ini masih di bawah target untuk trajectory 23 persen.

Untuk itu, lanjut Fabby, agar bisa mengejar target 23 persen pada 2025, pembangunan PLTS Atap harus dikebut. "Jadi, PLN jangan halangi instalasi PLTS Atap di semua segmen konsumen," tegasnya.

Jika ingin mengejar target 2025, lanjutnya, PLN tahun ini harus mempercepat sejumlah tender pembangkit energi terbarukan, setara kapasitas 3-4 GW untuk masuk pada 2024/2025.

Dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dari 2021-2025, akan ada penambahan 10,9 GW pembangkit ET. "Sejauh ini semuanya off-track. PLN kurang serius, dan pemerintah ikut-ikutan lamban," tandas Fabby.

Seperti diketahui, penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi komitmen internasional untuk secara bersama menahan laju pemanasan global. Indonesia pun telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

Aksi Mitigasi

Untuk memenuhi target tersebut, Kementerian ESDM telah melakukan berbagai aksi mitigasi. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sejak 2019, capaian penurunan emisi karbon, sektor ESDM selalu melebihi target yang sudah ditetapkan.

"Progres penurunan emisi pada 2022 cukup baik, target bisa dilampaui sedikit. Pada 2023, tentu saja akan ada penambahan-penambahan target penurunan emisi di sektor energi," demikian disampaikan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, pada Konferensi Pers Capaian Kinerja Tahun 2022 dan Program Kerja Kementerian ESDM Tahun 2023 di Jakarta, Senin (30/1).

Untuk penurunan emisi, track record kenaikan rutin ditorehkan. Pada 2019, realisasi penurunan emisi 54,8 juta ton dari target 51 juta ton. Pada 2020, target 58 juta ton, realisasi 64,4 juta ton. Selanjutnya pada 2021, target 67 juta ton sementara realisasi 70 juta ton. Terakhir, pada 2022, target penurunan emisi sebesar 91 juta ton dengan realisasi 91,5 juta ton.

Capaian lainnya, lanjut Arifin, saat ini intensitas energi kita saat ini mencapai 0,335 ton per penduduk. "Yang harus terus kita kampanyekan agar intensitas ini dapat meningkat menjadi 0,5 ton per penduduk dan kemudian terus meningkat per penduduk," ungkap Arifin.

Dia mengatakan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi sesuai yang sudah ditargetkan diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution yang disampaikan kepada United Nations Framework Convention on Climate Change.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top