Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stok Pangan I Produksi Beras Juni sampai September 2024 Diproyeksikan Terus Meningkat

Produksi Naik, Bulog Harus Optimal Serap Gabah Petani

Foto : Sumber: Bulog – Litbang KJ/and/ones
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta Perum Bulog di seluruh wilayah agar mengoptimalkan penyerapan gabah petani lokal seiring dengan tren meningkatnya produksi gabah petani dalam negeri.

Jika Bulog menyerap secara optimal maka beras petani lokal tersebut akan digunakan untuk memasok bantuan pangan beras tahap ketiga sebanyak 10 kilogram (kg) kepada 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM).

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, dalam keterangannya di Jakarta, akhir pekan lalu, saat mengunjungi Sentra Penggilingan Padi (SPP) Perum Bulog di Karawang, Jawa Barat, mengatakan tugas dan fungsi Bulog adalah menyerap gabah dari petani. Setelah itu, gabah yang diserap digiling jadi beras dan disimpan.

"Jadi, fungsi serap dan produksi tadi harus terus dikerjakan Bulog," kata Arief.

Dia menyampaikan tren produksi beras dalam negeri yang sejak Juni 2024 diproyeksikan meningkat, perlu disikapi Perum Bulog dengan memastikan penyerapan hasil petani berjalan optimal.

"Bapanas telah memberi penugasan ke Bulog terkait tambahan target penyerapan beras produksi dalam negeri sampai akhir 2024 di angka 600 ribu ton," katanya.

Berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras sejak Juni sampai September 2024 diproyeksikan terus bertumbuh. Estimasi produksi beras pada Juni 2,06 juta ton dan meningkat pada bulan Juli menjadi 2,18 juta ton.

Peningkatan secara signifikan terjadi pada estimasi produksi beras di Agustus dan September yang masing-masing dapat mencapai angka 2,66 juta ton dan 2,96 juta ton. Angka itu sudah di atas kebutuhan konsumsi beras bulanan secara nasional yakni sebesar 2,55 juta ton.

Arief juga menekankan pentingnya memberlakukan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dari Bapanas ke Perum Bulog, karena berfungsi sebagai jaring pengaman bagi petani.

"Sebisa mungkin harga gabah tidak boleh sampai jatuh di bawah HPP itu. Bapak Presiden Joko Widodo pun selalu menekankan hal ini agar petani tidak merugi, pedagang bisa untung, dan masyarakat senang saat berbelanja," jelasnya.

Berdasarkan data BPS, pada Juli 2024, rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) kadar air 19,95 persen di tingkat petani berada di level 6.497 rupiah per kilogram (kg). Hal itu jauh lebih baik dibandingkan rata-rata harga GKP pada April 2024 yang sempat menyentuh 5.686 rupiah per kg.

"Secara nasional, total penyerapan produksi dalam negeri oleh Bulog sendiri per 3 Agustus telah mencapai 777 ribu ton," ungkap Arief.

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, yang diminta pendapatnya, mengatakan semestinya dengan data tersebut, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk merencanakan impor beras tahun 2024.

Awan merujuk pada potensi impor beras sebesar 5,17 juta ton yang sempat ramai dibicarakan atau lebih tinggi dari tahun 2023 yang di angka 3,06 juta ton.

"Dengan data ini, mestinya ke depan tidak perlu impor beras lagi. Asal pemerintah konsisten dalam mendorong peningkatan produksi dalam negeri," tegas Awan.

Menurut Awan, fokus pemerintah ke depan ialah bagaimana agar Bulog meningkatkan serapan produksinya agar cadangan beras Bulog bersumber dari petani sendiri, bukan petani luar.

"Pemerintah harus fokus saja di situ (produksi lokal dan serapannya). Jangan wacanakan lagi soal potensi impor itu. Sebab, itu hanya menguntungkan pemburu rente impor, hanya sebagian kecil orang saja," tukas Awan.

Terkait impor beras, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan pemerintah harus mengurangi tekanan terhadap nilai tukar dengan mengurangi kebergantungan pada impor.

"Kendalikan harga pangan, termasuk mengurangi pangan impor yang sensitif terhadap pelemahan kurs rupiah," kata Bhima.

Belum Untung

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan semestinya dengan itu pula pemerintah membuat Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sesuai dengan kebutuhan petani agar produksi petani dijual ke Bulog.

Dengan HPP yang ditetapkan pemerintah sekarang, petani sama sekali tidak mendapat keuntungan. HPP gabah bisa di tujuh ribu rupiah per kilogram (kg) dengan pertimbangan biaya produksi sudah mencapai enam ribu rupiah per kg.

Dengan HPP enam ribu rupiah per kg, yang ditetapkan pemerintah saat ini dinilai belum menguntungkan petani. "Harga itu juga akan menyulitkan pemerintah untuk menyerap produksi dalam negeri sehingga target stok cadangan beras pemerintah juga tidak terpenuhi, dan pasti ini jadi alasan pemerintah lagi untuk melakukan impor beras di tahun ini," tutup Qomar.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top