Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Liberalisasi Dagang | Setelah RCEP, Ekspor RI Tumbuh Lebih Rendah Ketimbang Impornya

Produk Lokal Kian Terpinggirkan

Foto : ISTIMEWA

JERRY SAMBUAGA, Wakil Menteri Perdagangan

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pasar bebas diyakini dapat medorong peningkatan ekspor ke sejumlah negara, baik pasar tradisional maupun nontradisional. Namun, liberalisasi tersebut juga dapat membuka keran impor yang semakin deras ke pasar domestik.

Bagi pemerintah, perjanjian dagang bermanfaat mendorong diversifikasi ekspor, baik dalam perspektif produk maupun wilayah. Karena itu, pada 2021, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan 12 perjanjian perdagangan baru termasuk IEU-CEPA yang saat ini memasuki perundingan putaran ke-10.

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, menyatakan perlu ada diversifikasi baik dari segi negara tujuan maupun jenis produk itu sendiri, salah satunya melalui perjanjian perdagangan. "Alasannya, perjanjian perdagangan memberikan insentif, baik dari sisi tarif maupun nontarif, terhadap banyak sekali produk ekspor Indonesia," tegas Jerry dalam webinar, Economic Diplomacy for National Leader, yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Selasa (23/2).

Menurut Wamendag, saat ini terdapat 10 produk ekspor utama Indonesia yang memberikan kontribusi lebih dari 59 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia. Terkait pasar ekspor, angkanya juga menunjukkan hal serupa, yaitu 10 negara ekspor mendominasi kontribusi nilai ekspor Indonesia dengan angka sekitar 60 persen.

Perjanjian perdagangan juga membuka pasar-pasar baru yang berkembang dan potensial bagi Indonesia. Ada dua wilayah utama yang ingin dikembangkan, yaitu pasar Afrika dan Amerika Selatan. Selain itu, ada wilayah Eropa Timur, Eropa Tenggara, Asia Selatan, dan Timur Tengah.

Salah satu perjanjian yang baru selesai yaitu Indonesia-Mozambique Preferential Trade Agreement (PTA), diharapkan menjadi pembuka jalan bagi pasar-pasar baru di Afrika bagian tengah dan selatan. Sedangkan untuk wilayah Amerika Selatan terdapat Indonesia-Chile CEPA yang juga terbukti meningkatkan utilitas pemanfaatan surat keterangan asal (SKA) secara signifikan.

Pada Januari 2021, secara kuantitatif, nilai ekspor ke beberapa kawasan potensial kerja sama tumbuh cukup tinggi. Ekspor ke Afrika Selatan tumbuh 138,15 persen (yoy) dan Afrika Timur tumbuh 57,7 persen (yoy). Selain itu, ekspor ke beberapa kawasan yang sudah memiliki perjanjian kerja sama perdagangan juga tumbuh cukup baik.

Negosiasi Lemah

Di sisi lain, pasar bebas dikhawatirkan dapat memicu lonjakan produk impor di dalam negeri sehingga mengancam daya saing produk lokal. Sebagai contoh, sejak kerja sama Asean dengan lima negara lainnya (RCEP) dibuka, impor RI melonjak. Ke depan, sektor pangan rentan dihantam produk impor.

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian RI lantaran kerja sama dagang tidak selamanya berjalan positif. Menurut dia, kerja sama ini tidak menguntungkan buat RI.

Setelah RCEP, misalnya, ekspor RI lebih rendah dari impor. Ekspor hanya tumbuh 1,2 persen, sementara impor meningkat 1,4 persen. "Ini menunjukan kelemahan pemerintah dalam melakukan negosiasi. Perlu waspada karena ke depan beberapa produk impornya akan jauh lebih tinggi, seperti daging sapi dan produk makanan olahan," tegas Tauhid.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, menegaskan pasar bebas hanya mengancam hasil produksi petani. "Liberalisasi perdagangan hanya memiskinkan petani. Hasil produksi mereka digempur produk impor," pungkas Rachmi.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top