Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Prioritas Diplomasi Delegasi RI pada KTT PBB mengenai Perubahan Iklim yang ke-29 UNFCCC 2024

Foto : istimewa

Pertemuan kick-off persiapan delegasi Indonesia menuju COP29, di Jakarta, Jumat (2/8).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pada momen persiapan Delegasi Indonesia menuju COP29, di Azerbaijan selaku COP29 Presidency telah mencanangkan tema in a solidarity for a green world. Tema tersebut berfokus pada kebutuhan untuk berinvestasi hari ini demi untuk menyelamatkan masa depan, dengan perencanaan yang didasarkan pada dua pilar yaitu meningkatkan ambisi dan memungkinkan tindakan.

Pilar pertama berfokus pada penggabungan elemen-elemen kunci untuk memastikan semua pihak berkomitmen pada rencana nasional yang ambisius dan transparansi. Sedangkan pilar kedua, mencerminkan peran penting finance / pendanaan sebagai alat utama untuk mengubah ambisi menjadi tindakan dan mengurangi emisi, beradaptasi, dan mengatasi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.

"Hal ini guna memastikan hasil yang inklusif berdasarkan solusi bersama," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya dalam pertemuan kick-off persiapan delegasi Indonesia menuju COP29, di Jakarta, Jumat (2/8).

Menurut siaran persnya, dari penekanan Presidensi COP29 pada isu-isu negosiasi tersebut, Menteri Siti mengharapkan kiranya para negosiator Indonesia dapat memperoleh gambaran lansekap utama negosiasi di COP29 dan sekaligus dapat mencermati lebih mendalam terhadap perkembangan yang terjadi selama periode inter-sessional menjelang COP29, serta mencari celah dan peluang untuk menempatkan Indonesia pada posisi yang terbaik berdasarkan kepentingan nasional Indonesia.

Ia mencontohkan untuk penetapan New Collective Quantified Goal (NCQG) atau target pendanaan iklim baru periode 2025 onwards untuk negara berkembang yangdimandatkan untuk diputuskan pada COP29. Indonesia menyerukan agar para pihak bercermin pada pengalaman dan tidak mengulang kesalahan yang sama dalam mewujudkan aliran pendanaan kepada negara berkembang sebesar 100 miliar dollar AS/tahun yang seharusnya telah terwujud sejak tahun 2020.

"Mengapa ini sangat ditekankan Indonesia. Karena kita mendukung hal yang sama dengan Azerbaijan dalam terwujudnya peningkatan aliran pendanaan yang mendukung transisi yang adil dan merata menuju pembangunan rendah emisi GRK dan tangguh iklim," jelas Menteri Siti.

Bukan tanpa alasan, Indonesia telah menunjukan leading by example dalam ambisi menurunkan emisi karbon dan telah diakui dunia internasional sebagai negara super power dalam pengendalian perubahan iklim. Sehingga pada perundingan COP 29 yang akan diselenggarakan di Baku, Azerbaijan pada 11 hingga 22 November 2024, delegasi Indonesia harus bisa melakukan negosiasi untuk memastikan semua negara menunaikan kewajibannya mengendalikan perubahan iklim sejalan dengan pengutamaan kepentingan nasional Indonesia.

Dalam upaya pengendalian perubahan iklim Indonesia telah sangat maju dalam menghimpun serangkaian modalitas dan perkembangan yang telah dilaksanakan Indonesia. Pertama, peningkatan target reduksi emisi GRK dari 29% menjadi 31,89% melalui pendanaan nasional, dan hingga 41% menjadi 43,20% melalui dukungan internasional yang disampaikan ke UNFCCC pada tahun 2022. Kedua, Indonesia telah memiliki kebijakan perencanaan meliputi FOLU Net-Sink 2030, Long Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 dan visiNet Zero Emission 2060 or sooner.

Ketiga, Indonesia telah memiliki regulasi atau dasar hukum dan kelembagaan penyelenggaraan NDC dan implementasi Article 6 of the Paris Agreement berupa Peraturan Presiden Nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Keempat Indonesia telah memiliki beberapa infrastruktur untuk implementasi kerangka transparansi meliputi Sistem Inventarisasi GRK Nasional SIGN-SMART, Sistem Registri Nasional dan MRV, dan Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) yang baru-baru ini memenangkan penghargaan United Nations Public Service Award - 2024 untuk Special Category Tackling Climate Change pada Bulan Juni yang lalu di Korea Selatan.

Selain itu Indonesia juga telah memiliki Bursa Karbon, Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim dan Karbon, dan FOLU Operation and Collaboration Center (FOLU COLL) yang menjadi pusat kendali operasional FOLU Net Sink. "Ini tidak main-main kita kerja keras betul, Jadi Indonesia sangat serius dalam upaya pengendalian perubahan iklim," tegas Menteri Siti.

Kemudian dalam rangka merespons Decision 1/CP.21 paragraf 24 di mana para pihak diminta untuk meninjau kembali dan memperkuat target 2030 NDC-nya sebagaimana diperlukan untuk menyelaraskan dengan tujuan suhu global sesuai PersetujuanParis pada akhir tahun 2024, Indonesia akan menerbitkan dokumen Second NDC yang direncanakan disampaikan ke UNFCCC sebelum akhir tahun 2024 ini.

Di dalam dokumen Second NDC akan dilakukan penyelarasan pada skenario 1,5°C untuk mencapai net zero emission tahun 2060, juga akan diselaraskan dengan target LTS-LCCR 2050 dengan cakupan jenis Gas Rumah Kaca akan meliputi CO2, CH4, N2O, HFC.

Tingkat emisi pun akan menggunakan Reference Year 2019 yang akan mencakup target Indonesia FOLU Net-Sink 2030 sebesar -140 juta ton CO2e. Sektor lain juga akan dicakup meliputi sektor/sub-sub sektor baru yaitu kelautandan hulu migas, di mana sektor energi akan disesuaikan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN).

Indonesia juga akan menetapkan peaking rata-rata tahun 2030, mendetailkan just transition mencakup implementasi Result-Based Payment REDD+, NEK, SRN, MRV, dan pada alemen Adaptasi akan mencakup komitmen penguatan sistem (termasuk early warning system) dan aksi adaptasi, serta update pelaporan Adaptation Communication.

"Jadi di sektor FOLU sendiri kita akan mempertajam disektor below ground biomass setelah sebelumnya kita banyak mengeksplirasi di above ground biomass," jelas Menteri Siti.

Dengan kondisi kesiapan Indonesia dalam memperkuat target 2030 NDC-nya tersebut, Menteri Siti optimistis Indonesia dapat meningkatkan target reduksi emisinya lebih ambisius lagi di dokumen Second NDC-nya, hal ini mengingat keterlibatan para pihak yang semakin baik dari unsur masyarakat dan dunia usaha, seperti pada sektor pengelolaan persampahan, pertanian rendah emisi, dan kerjasama dengan filantropis dunia.

"Kita semua mengetahui salah satu sasaran Visi Indonesia Emas 2045 untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara nusantara berdaulat, maju, dan berkelanjutan adalah dengan melalui menurunnya intensitas emisi GRK menuju net zero emission yang ditargetkan sebesar 93,5%," tutur Menteri Siti.

Ia berharap melalui penguatan kebijakan pengendalian perubahan iklim yang akan tertuang dalam Second Nationally Determined Contribution nanti, dokumen akan bersifat transformatif, mengarusutamakan aksi iklim ke dalam perencanaan pembangunan yang lebih luas, mengkatalisasi investasi untuk aksi iklim yang efektif, dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.

"Kita semua optimistis secara bersama-sama Indonesia akan mampu menghadapi tantangan dan dampak perubahan iklim yang meluas baik di tingkat nasional dan global," pungkas Menteri Siti.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top