Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Antisipasi Resesi

Presiden Sebut Ekonomi Dunia dalam Kondisi Mengerikan akibat Inflasi

Foto : ANTARA/DHEMAS REVIYANTO

TIGA FONDASI PENDONGKRAK DAYA SAING INDONESIA I Presiden Joko Widodo menghadiri Silaturahmi Nasional (Silatnas) Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/8). Presiden Jokowi memaparkan tiga hal yang bisa menjadi fondasi pendongkrak daya saing Indonesia, yakni infrastruktur, hilirisasi, dan industrialisasi, serta digitalisasi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan saat ini dunia dalam kondisi yang mengerikan karena pertumbuhan ekonomi yang melemah, namun inflasi meningkat sehingga membuat harga sejumlah komoditas naik.

Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut saat membuka Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Tahun 2022, di Sentul, Jawa Barat, Jumat (5/8).

"Pertumbuhan ekonomi turun, tapi inflasi naik, harga-harga barang semua naik. Ini kondisi yang sangat boleh saya sampaikan dunia pada kondisi yang mengerikan," kata Presiden Jokowi seperti disaksikan secara virtual melalui akun YouTube PPAD TNI TV, Jumat.

Presiden menjelaskan IMF dan Bank Dunia mencatat akan ada 66 negara yang ambruk ekonominya akibat dampak perang dan krisis pangan. Dari 66 negara tersebut, sembilan negara secara bertahap telah berada dalam kondisi perekonomian yang sulit, kemudian disusul 25 negara, dan 42 negara.

Presiden Jokowi menekankan saat ini ada 320 juta orang di dunia yang menderita kelaparan akut dan sebagian besar kelaparan karena perekonomian tidak hanya turun, tetapi juga anjlok.

Negara-negara seperti Singapura, kawasan Eropa, Australia, hingga Amerika Serikat, tidak terhindarkan mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi. Apalagi tingginya harga minyak dunia juga menyumbang tingginya inflasi yang merembet pada harga komoditas pangan dan lainnya.

"Amerika yang biasa kenaikan barang atau inflasi 1 persen, hari ini di posisi 9,1 persen, bensin naik dua kali lipat, Eropa juga sama," kata Presiden Jokowi.

Pemerintah Indonesia sudah menaikkan harga pertalite menjadi 7.650 rupiah per liter atau 10 persen dari harga sebelumnya. Padahal, dengan kondisi melonjaknya harga minyak dunia, seharusnya harga pertalite dipatok hingga 17.100 rupiah per liter.

Subsidi BBM

Oleh karena itu, pemerintah masih mengalokasikan anggaran hingga 502 triliun rupiah untuk subsidi BBM.

Selain itu, Presiden Jokowi memaparkan tiga hal yang bisa menjadi fondasi pendongkrak daya saing Indonesia, yakni infrastruktur, hilirisasi, dan industrialisasi, serta digitalisasi. Pemerintah telah berusaha memperkuat ketiga fondasi tersebut karena peta persaingan global tidak lagi tentang negara besar atau kaya mengalahkan negara kecil atau miskin.

Presiden menyampaikan aspek infrastruktur dampaknya tidak terasa instan, tetapi lima sampai 10 tahun mendatang yang terlihat jelas dalam peta persaingan dengan negara-negara lain.

"Dalam tujuh tahun ini kita sudah bertambah 2.042 km jalan tol, 5.500 km jalan nontol, bandara baru 15, pelabuhan baru 18, bendungan baru 38, irigasi baru 1,1 juta hektare. Inilah fondasi kita untuk berkompetisi dengan negara-negara lain. Mungkin tidak bisa kita rasakan instan sekarang dan efeknya akan ke APBN," ujarnya.

Dalam aspek hilirisasi dan industrialisasi, Presiden menyatakan kedua hal itu tidak berani dilakukan Indonesia untuk kurun waktu yang cukup panjang. Semenjak era VOC masih beroperasi di Hindia Belanda, ekspor selalu dilakukan dalam bentuk bahan mentah dan kerap melupakan untuk mempersiapkan fondasi industrialisasinya.

"Saya beri contoh, nikel kita ekspor bertahun-tahun, nilainya 1,1 miliar dollar AS tahun 2014, kira-kira 15 triliun rupiah ekspor bahan mentah. Begitu kita setop 2017, ekspor di 2021 mencapai 300 triliun rupiah lebih. Dari 15 triliun rupiah melompat 300 triliun rupiah, itu baru satu komoditi," ujarnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top