Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tantangan Perekonomian I Kurangi Kebergantungan pada Pasar Pangan Global

Presiden Perintahkan Peningkatan Produktivitas Pangan dan Energi

Foto : ISTIMEWA

JOKO WIDODO Presiden RI - Kita memiliki kekuatan di sini. Oleh sebab itu, tingkatkan produktivitas dan kemandirian di sektor pangan dan energi, lakukan secara fokus dengan skala yang masif, dikawal, dimonitor, agar betul-betul berjalan.

A   A   A   Pengaturan Font

» Setiap negara memang lebih aman memiliki kedaulatan pangan agar terhindar dari krisis makanan.

» Saat ini, lebih dari 60 persen pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah dialokasikan untuk pangan.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutannya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Kamis (28/4), mengatakan Indonesia pada 2022 dan 2023 akan menghadapi situasi yang tidak mudah karena kondisi ekonomi dan politik global yang bergejolak sehingga meningkatkan ketidakpastian.

"Pandemi belum sepenuhnya berakhir, beberapa negara masih bergulat menekan penyebaran Covid-19, bahkan masih melakukan lockdown, kemudian terjadi gangguan supply chain yang dampaknya ke mana-mana," kata Presiden.

Kondisi itu karena dunia kembali dihadapkan pada perang antara Russia dan Ukraina yang memunculkan krisis energi dan krisis pangan. "Akhirnya, inflasi global meningkat tajam dan pertumbuhan ekonomi global juga akan mengalami perlambatan," kata Jokowi.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, Kepala Negara memerintahkan peningkatan produktivitas di sektor pangan dan energi karena keduanya menjadi bidang yang kritis pada masa depan.

"Tingkatkan produktivitas dan kemandirian di sektor pangan dan energi. Ke depan, problem dunia ada dua, pangan dan energi. Ini yang sangat kritis di dua hal ini," kata Presiden Jokowi, di Istana Negara.

Indonesia, jelas Presiden, memiliki kekuatan di sektor pangan dan energi sehingga produktivitasnya perlu ditingkatkan. "Kita memiliki kekuatan di sini. Oleh sebab itu, tingkatkan produktivitas dan kemandirian di sektor pangan dan energi, lakukan secara fokus dengan skala yang masif, dikawal, dimonitor, agar betul-betul berjalan," kata Presiden.

Kepala Negara juga meminta agar investasi ditingkatkan guna menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.

"Ini akan jadi rebutan antarnegara. Kalau pelayanan perizinan kita belum cepat, di pusat maupun di daerah, segera sederhanakan dan percepat, layani segala yang berkaitan dengan investasi," kata Jokowi.

Kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah diminta mencari sumber pembiayaan alternatif , dan jangan hanya bergantung pada APBN dan APBD. "Kita harus kreatif mencari sumber-sumber pendanaan baru yang inovatif, dengan terus meningkatkan daya tarik dan investasi," kata Presiden.

Menanggapi hal itu, Pakar Pertanian dari UPN Veteran Jatim, Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan persaingan global di masa depan akan memperebutkan sumber daya dasar seperti pangan dan air. Untuk itu, setiap negara memang lebih aman memiliki kedaulatan pangan agar terhindar dari krisis pangan.

"Makna kemerdekaan juga terkait kedaulatan negara dan masyarakat mengatur pemenuhan kebutuhan pangannya sendiri. Kemerdekaan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari pangan, sebagai salah satu faktor fundamental selain energi dan air, yang akan menjadi sumber ketegangan global di masa datang," kata Zainal.

Kalau ada krisis, negara-negara produsen, jelasnya, tentu akan mendahulukan kebutuhan sendiri, baru sisanya untuk dijual ke negara lain. Sebab itu, berbahaya kalau terus bergantung pada impor, karena kebijakan sulit dikendalikan.

"Pemerintah harus berupaya mendorong subtitusi agar terhindar dari kebergantungan terhadap impor," pungkas Zainal.

Sekadar Makan

Secara terpisah, Pengamat Pertanian, Said Abdullah, menegaskan situasi sekarang harusnya sudah bisa diantisipasi jika saja ada kemauan belajar pada krisis pangan global tahun 2008 dan 2011. "Sayangnya kita lupa diri," kata Said.

Kalau tidak serius lagi dari sekarang, sangat berbahaya bagi stabilitas negara ke depan. Apalagi akan semakin banyak warga negara yang terampas haknya atas pangan, terutama kelompok low income. Saat ini, lebih dari 60 persen pendapatannya dialokasikan untuk pangan.

"Bagaimana jika harga pangan terus meroket? Bisa jadi mereka menghabiskan seluruhnya untuk sekadar bisa makan. Mereka tidak akan pernah bisa menguatkan pendidikan dan kesehatan. Jika demikian, mereka akan terus berada pada kubang kemiskinan dan rawan pangan," kata Said.

Dari situasi sekarang, perlu penguatan dan diversifikasi produksi pangan pada tingkat desa sampai nasional. Dengan demikian, kita menjadi tidak terlalu tergantung pada pasar pangan global.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top