Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Global I AS dan Tiongkok Akan Tingkatkan Komunikasi di Masa Mendatang

Presiden Biden dan Xi Jinping Sepakat Hindari Konflik

Foto : Sumber: US Census Bureau - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Biden dan Xi Jinping membahas isu strategis yang mempertemukan kepentingan, pemahaman nilai, dan persfektif kedua negara yang berbeda.

» Kedua negara sadar kalau perselisihan yang tidak terkendali dapat merembet menjadi konflik yang lebih terbuka.

WASHINGTON - Setelah bersitegang melalui kata-kata (psywar), Presiden Amerika Serikat (AS) dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, melakukan pembicaraan melalui telepon pada Kamis (9/9) waktu Washington atau Jumat 10/9) waktu Tiongkok. Dalam pembicaraan itu, kedua pemimpin negara ekonomi terbesar dunia itu sepakat tidak membiarkan persaingan di antara kedua negara mengarah ke konflik.

Hubungan antara Washington dan Beijing telah berada pada titik terendah dalam beberapa dekade dan pembicaraan melalui sambungan telepon itu merupakan yang kedua sejak Biden dilantik sebagai Presiden AS pada Januari 2021 menggantikan Donald Trump.

Gedung Putih menyebutkan, Biden dan Xi melakukan diskusi mengenai berbagai isu strategis, termasuk bidang-bidang yang mempertemukan kepentingan, pemahaman nilai dan persfektif kedua negara yang berbeda.

Sebelumnya, pada pertemuan tingkat tinggi yang dilaksanakan sekali sejak berbicara melalui telepon pada Februari lalu, hanya menghasilkan sedikit kemajuan dari berbagai masalah yang ada, mulai dari perubahan iklim, hak asasi manusia, dan transparansi tentang asal-usul Covid-19.

Setelah itu, kedua belah negara saling menyerang satu sama lain terus-menerus, baik melalui perang pernyataan maupun aksi pamer kekuatan (show force) di kawasan Laut Tiongkok Selatan.

AS dan Tiongkok pun sering menggunakan serangan publik yang tajam dengan menjatuhkan sanksi pada pejabat satu sama lain. Mereka juga kerap terlibat saling kritik terkait komitmen menegakkan kewajiban internasional.

"Presiden Biden menggarisbawahi kepentingan abadi AS dalam perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di Indo- Pasifik dan di dunia. Kedua pemimpin juga membahas tanggung jawab kedua negara untuk memastikan persaingan tidak mengarah ke konflik," sebut pernyataan Gedung Putih.

Pemerintahan Biden dalam beberapa pekan terakhir disibukkan dengan penarikan pasukannya dari Afghanistan yang sempat berlangsung kacau. Keluarnya AS mengisyaratkan akhir perang terpanjang negara adidaya itu dan akan memberi ruang kepada para pemimpin politik dan militer AS untuk fokus pada ancaman yang lebih mendesak yakni kebangkitan cepat dari Tiongkok.

Namun demikian, Beijing terlihat memanfaatkan dengan cepat kegagalan AS di Afghanistan untuk mencoba menggambarkan AS sebagai mitra yang berubah-ubah.

Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, pada Agustus lalu, mengatakan Washington seharusnya tidak mengharapkan kerja sama dengan Tiongkok dalam masalah di Afghanistan atau masalah lain jika AS sendiri juga mencoba untuk menahan dan menekan Tiongkok.

Media pemerintah Tiongkok sendiri mengabarkan, dalam pembicaraan telepon dengan Biden, Presiden Xi telah menyampaikan pandangannya terkait sejumlah kebijakan AS yang menimbulkan kesulitan pada hubungan kedua negara.

Untuk mengatasi masalah tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan komunikasi di masa mendatang.

Diskusi dua kepala negara itu menyebabkan mata uang Asia dan pasar saham menguat pada Jumat. Investor berspekulasi, pembicaraan itu bisa mendorong hubungan dua negara ekonomi terbesar dunia ke arah yang lebih baik.

Konflik Merugikan

Menanggapi pembicaraan itu, pakar ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan pemimpin dua kekuatan dunia itu sadar bahwa konflik terbuka lebih merugikan.

"Pembicaraan itu membuka jalan bagi negosiasi lebih lanjut dalam menyelesaikan perbedaan antara AS dan Tiongkok. Meskipun sebagai negara terkuat dunia, namun AS sadar bila harus berkonflik terbuka dengan Tiongkok yang kuat di Laut Tiongkok Selatan atau karena tarif impor, keduanya sama-sama rugi," kata Leo.

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet, mengatakan pembicaraan itu jadi angin positif karena meminimalisir ketidakpastian ekonomi global.

"Volatilitas ekonomi global menurun, sehingga prospek ekspor negara berkembang seperti Indonesia, bisa terjaga, terutama jika tren perbaikan harga komoditas berlanjut," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top