Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

PP Muhammadiyah: Setiap Hari Ada Kasus Pembunuhan yang Diberitakan Media Massa, Mungkinkah Ada Hukuman Qishash?

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Pemberitaan media massa selalu dihiasi berita kriminalitas. Bahkan, berita kasus pembunuhan hampir setiap hari tersaji di media massa. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah hukum yang berlaku tidak efektif mencegah munculnya kasus tersebut ataukah memang pembunuhan adalah hal yang memang tidak bisa dihilangkan.

Menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, hukuman pembunuhan di dalam Islam adalah dengan cara qishash atau hukuman setimpal sesuai dengan mafsadat yang telah dia timbulkan.

"Pembunuh dan otak pembunuhan sesuai ayat Alquran dan pendapat mayoritas ulama dihukum qishash. Akan tetapi, hukuman itu mungkin saja tidak diterapkan apabila keluarga korban memaafkan atau diganti dengan diyat (denda) sesuai dalam Quran surah Al-Baqarah ayat 178," kata Mu'ti, Sabtu (23/7) dikutip dari Muhammadiyah.or.id hari ini.

Dia juga menjelaskan bahwa mereka yang terlibat dalam pembunuhan, baik eksekutor, si perencana, atau mereka yang membunuh dengan menggunakan jasa orang lain tetap dihukumi dengan qishash. Dan mereka yang berhak melaksanakan qishash pun bukan sembarang orang, tetapi negara.

Kata Mu'ti, ketegasan ini disyariatkan karena Islam menghargai setiap nyawa manusia sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 32 yang artinya membunuh satu nyawa manusia seperti halnya membunuh seluruh umat manusia. "Di negara-negara Arab dipancung kepala di depan umum, tempat terbuka. Di Indonesia, eksekusi hukuman mati dapat dilakukan dengan cara ditembak atau cara lain yang memungkinkan seseorang mati dengan cepat," ujarnya.

Secara terpisah, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Zuhri menjelaskan walaupun Alquran menetapkan hukuman qishash bagi pelaku pembunuhan, tidak lantas bermakna bahwa hal itu mutlak dilakukan pada setiap kasus pembunuhan.

Dalam Alquran, Allah juga memberi pilihan pihak keluarga korban sebagai waliyuddam untuk memilih alternatif antara memaafkan, menerima Diyat/ganti rugi atau menuntut balas dengan qishash. Diyat diberlakukan pada pembunuhan yang tidak disengaja, tapi terjadi karena kecerobohan seseorang. Namun pilihan diyat ini bukan berarti mengganti hukuman qishash karena sejatinya Allah menegaskan di dalam qishash itu ada keutamaan untuk dijadikan pembelajaran hidup bagi manusia lain yang menyaksikannya.

Menurut Zuhri, di sinilah letak hikmah dari ajaran Islam yang menghargai nyawa setiap manusia dengan menekankan pemberian maaf lebih dulu, meskipun kepada si pembunuh. Namun jika hal ini tidak bisa dilakukan, maka mau tak mau si pembunuh harus menerima akibatnya yaitu mendapatkan qishash.

Selanjutnya, Zuhri menegaskan bahwa meskipun mayoritas ulama berpendapat pelaksanaan qishas dilakukan oleh penguasa atau pemerintah yang sah, namun Allah juga mengingatkan agar pelaksanaannya itu tidak melampaui batas. Karena itu perlu kehati-hatian dan sikap profesionalitas dalam melihat setiap unsur aspek hukum. (afn)


Redaktur : Eko S
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top