Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Potensi Maritim Indonesia Belum Maksimal Digarap

Foto : istimewa

Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Potensi mairitim Indonesia belum digarap maksimal, padahal apabila digarap serius kita akan menjadi poros maritim dunia. Dengan luas lautnya yang mencapai 5,8 juta kilometer dan panjang pantainya yang merupakan nomor dua terpanjang di dunia, yakni mencapai lebih dari 97 ribu kilometer sudah sepantasnya Indonesia menjadi sentral rantai pasok perdagangan global.

Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, luasnya wilayah maritim Indonesia memang belum sepenuhnya dapat tertangani secara optimal, karena adanya keterbatasan Pemodalan serta Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang memberikan perhatiannya kepada dunia Maritim.

"Namun demikian bukan berarti Indonesia tidak bisa menjadi poros maritim dunia seperti yang telah dicanangkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo selama dua periode kepemimpinannya,"ungkap Capt Marcellus Hakeng kepada media di Jakarta, Jumat (21/10)

Ia sepakat dengan pernyataan Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto bahwa Indonesia sudah sepantasnya menjadi poros maritim dunia, sebab kita memiliki sebelas wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yang meliputi antara lain perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan, perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau, perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.

Untuk saat ini lanjut Capt. Hakeng, Indonesia berada dalam posisi keempat di dunia sebagai negara produsen ikan. "Indonesia dapat berada di posisi ketiga atau bahkan nomor satu dunia sebagai produsen ikan jika WPPNRI itu digarap secara serius dan berkesinambungan," tegasnya.

Memang, lanjut Capt. Hakeng, untuk dapat mengoptimalkan kawasan WPPNRI tidak semudah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan kerjasama antara semua pihak, baik ditingkat pusat maupun di daerah guna bisa mewujudkannya. "Bukan hanya hasil tangkapan yang melimpah tapi juga dibutuhkan pelabuhan terpadu untuk perikanan tangkap. Di pelabuhan perlu juga dibangun pabrik pengolahan ikan, sehingga hasil ikan dapat langsung diolah. Dibutuhkan juga Gudang-gudang penyimpanan Ikan ber-pendingin (Cold Storage) untuk menjaga kesegaran ikan sebelum sampai ke konsumen serta untuk memperkecil biaya pengiriman hasil laut tersebut," jelas Capt. Hakeng.

Kapal Penampung

Hal lain yang menjadi perhatian Capt. Hakeng adalah agar pemerintah mau mengadakan kapal-kapal penampung atau kapal pengumpul ikan yang berdimensi lebih besar (Feeder ships to ships) di tengah laut. Kapal penampung atau pengumpul ikan ini nantinya juga bisa menyediakan bahan bakar, kebutuhan pokok, fasilitas pendinginan dan kebutuhan air tawar secara regular bagi kapal-kapal nelayan yang dilayaninya. Sehingga kapal dapat difungsikan sebagai kapal penampungan hasil tangkapan bagi para nelayan di titik-titik kapal nelayan atau kapal ikan tersebut biasa beroperasi di WPPNRI dan kapal-kapal nelayan tidak perlu lagi pulang pergi hanya untuk mengisi bahan bakar di darat.

Indonesia memang kaya akan sumber ikan lautnya. Namun berdasarkan parameter, laut sebagai sumber pangan dalam rentang penilaian 0 sampai 100, nilai dari parameter laut Indonesia teramat rendah, hanya 34. Pengelolaan pangan perikanan di tanah air masih dinilai jauh dari praktik berkelanjutan.

"Dari parameter itu artinya konsumsi ikan laut masyarakat Indonesia masih rendah," ujar dia.

Konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih dikatakan rendah menurut Capt. Hakeng bisa jadi salah satunya karena paradigma berpikir kita masih kontinental atau masih memiliki pola pikir Indonesia ini negara agraris.

Oleh sebab itu, sudah saatnya Indonesia fokus kembali ke maritim. "Saya mengusulkan, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dimana dua pertiga wilayahnya merupakan lautan, tentu tak berlebihan bila memposisikan laut menjadi pusat pemecahan dari berbagai persoalan bangsa Indonesia seperti pengentasan kemiskinan, penurunan angka pengangguran hingga pada persoalan kelaparan," katanya.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top