Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Ekonomi Hijau

Porsi EBT Rendah, Komposit Indeks Pilar Lingkungan Perlu Ditingkatkan

Foto : ANTARA/PRISCA TRIFERNA

TCI FORUM DIALOGUE I Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/ Bappenas, Medrilzam (kedua dari kiri) dalam acara Think Climate Indonesia (TCI) Forum Dialogue di Jakarta, Kamis (25/8).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Performa ekonomi hijau Indonesia memperlihatkan tren membaik meski masih membutuhkan peningkatan dalam indikator lingkungan. Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Bappenas, Medrilzam, mengatakan indikator penilaiannya adalah komposit indeks.

"Indikatornya merupakan komposit indeks ekonomi, sosial, dan lingkungan ternyata yang membaik itu adalah komposit indeks ekonomi dan sosial. Lingkungan paling bawah," kata Medrilzam dalam Think Climate Change Indonesia (TCI) Forum Dialogue di Jakarta, Kamis (25/8).

Performa ekonomi hijau Indonesia dalam periode 2011-2020 memperlihatkan skor komposit 59,17 pada 2020. Indikator ekonomi memperlihatkan kinerja paling progresif dengan skor meningkat dari 34 pada 2011 menjadi 74 pada 2020.

Dia juga memperlihatkan bahwa empat indikator lain yang memiliki skor sangat baik yaitu di atas 75 adalah tutupan hutan, limbah terkelola, produktivitas tenaga kerja industri, dan angka harapan hidup.

Pilar lingkungan memiliki indeks komposit terendah, sebagian besar disebabkan rendahnya porsi energi baru terbarukan (EBT) dan persentase lahan gambut terdegradasi.

Hasil itu mengindikasikan bahwa banyak langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan performa indikator lingkungan. "Walaupun belakangan sudah agak membaik, tapi jelas masih perlu banyak effort," katanya.

Dia menyoroti bahwa dalam mewujudkan ekonomi lewat pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim memiliki beberapa tantangan dan peluang. Beberapa peluang di antaranya seperti investasi yang dibutuhkan sangat besar, transfer teknologi dan inovasi, strategi transisi energi dan persiapan menujukan pekerjaan hijau.

Tapi, di saat bersama terdapat peluang dalam penciptaan lapangan kerja hijau, dekarbonisasi kawasan perkotaan dan pengaturan perdagangan karbon.

Analyst Climate Policy Initiative (CPI), Albertus P Siagian, mengatakan meskipun laporan Bappenas menunjukkan performa ekonomi hijau meningkat, bukan berarti kegiatan mendorong pengembangan EBT itu berjalan di tempat.

"Meskipun perubahan iklim sudah terjadi, tetapi kita harus tetap mencegahnya supaya tidak lebih parah lagi karena perubahan iklim yang lebih parah membuat disrupsi pembangunan yang lebih parah juga.

"Caranya adalah tetap melakukan berbagai upaya mitigasi perubahan iklim seperti mendorong proyek-proyek EBT, sambil melakukan berbagai upaya adaptasi perubahan iklim," tegasnya.

Ia berharap agar pemerintah mengakselerasi pengembangan EBT di Tanah Air, sebab diperkirakan produksi energi berbasis terbarukan dapat memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat ke depannya.

Apalagi sumber EBT di luar Jawa lebih besar, tetapi pengembangannya masih minim. Selain itu, industri juga harus dipacu menggunakan EBT dalam kegiatan operasinya agar biaya produksinya lebih hemat dan produknya mudah diterima pasar terutama di dunia.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top