Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Populasi Satwa Liar Anjlok 73 Persen Sejak 1970

Foto : istimewa

Dengan data dari 35.000 populasi lebih dari 5.000 spesies mamalia, burung, amfibi, reptil dan ikan, Indeks Planet Hidup WWF menunjukkan percepatan penurunan di seluruh dunia.

A   A   A   Pengaturan Font

PARIS - Penilaian Indeks Planet Hidup World Wide Fund for Nature (WWF) yang diterbitkan pada hari Kamis (10/10), menyebutkan, populasi hewan liar yang dipantau telah anjlok lebih dari 70 persen dalam setengah abad terakhir.

Dikutip dari The Straits Times, dengan menampilkan data dari 35.000 populasi lebih dari 5.000 spesies mamalia, burung, amfibi, reptil dan ikan, laporan itu menunjukkan penurunan yang semakin cepat di seluruh dunia.

Di wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati seperti Amerika Latin dan Karibia, angka hilangnya populasi hewan mencapai 95 persen. Laporan ini melacak tren kelimpahan sejumlah besar spesies, bukan jumlah hewan individu.

Ditemukan populasi yang ditinjau telah turun 73 persen sejak 1970, sebagian besar disebabkan oleh tekanan manusia. Indeks ini telah menjadi rujukan internasional dan hadir tepat sebelum pertemuan puncak PBB berikutnya tentang keanekaragaman hayati, yang akan menyoroti isu tersebut saat dibuka di Kolombia akhir Oktober.

"Gambaran yang kita lukiskan sangat memprihatinkan," kata Kirsten Schuijt, direktur jenderal WWF Internasional, dalam jumpa pers.

"Ini bukan hanya tentang satwa liar; ini juga tentang ekosistem penting yang menopang kehidupan manusia," timpal Daudi Sumba, kepala konservasi di WWF Internasional.

Perubahan Iklim

Laporan tersebut menegaskan kembali perlunya menghadapi krisis perubahan iklim dan kerusakan alam yang "saling terkait" secara bersamaan, dan memperingatkan adanya "titik kritis" besar yang mendekati ekosistem tertentu.

"Perubahan tersebut bisa jadi tidak bisa diubah lagi, dengan konsekuensi yang menghancurkan bagi umat manusia," kata Sumba, dengan mengambil contoh penggundulan hutan di Amazon, yang bisa "mengubah ekosistem penting ini dari penyerap karbon menjadi sumber karbon".

"Degradasi dan hilangnya habitat, yang utamanya disebabkan oleh sistem pangan kita, merupakan ancaman yang paling banyak dilaporkan di setiap wilayah, diikuti oleh eksploitasi berlebihan, spesies invasif, dan penyakit," kata laporan tersebut.

Ancaman lainnya termasuk perubahan iklim, khususnya di Amerika Latin dan Karibia, dan polusi, terutama di Amerika Utara, Asia, dan Pasifik. Penurunan terbesar ditemukan pada populasi spesies air tawar, diikuti oleh vertebrata darat dan laut. "Kita telah mengosongkan 40 persen biomassa lautan," kata Yann Laurans dari WWF Prancis.

Benua demi benua, penurunan rata-rata mencapai 95 persen di Amerika Latin dan Karibia, diikuti oleh Afrika, turun 76 persen, dan kemudian Asia dan Pasifik, yang turun 60 persen. Pengurangan populasi "kurang spektakuler" di Eropa, Asia Tengah, dan Amerika Utara.

Beberapa populasi telah stabil atau bahkan berkembang, berkat upaya konservasi dan pengenalan kembali spesies, kata laporan itu.

Bison Eropa, misalnya, menghilang di alam liar pada tahun 1927 tetapi pada tahun 2020 jumlahnya mencapai 6.800, berkat pengembangbiakan skala besar dan keberhasilan reintroduksi, terutama di kawasan lindung.

Meski menyebut gambaran keseluruhannya "sangat memprihatinkan", Schuijt menambahkan bahwa kabar baiknya adalah "kita belum melewati titik yang tidak bisa kembali".

Ia menunjuk pada upaya global termasuk pakta terobosan yang dicapai pada pertemuan PBB terakhir tentang keanekaragaman hayati pada tahun 2022 untuk melindungi 30 persen planet ini pada tahun 2030 dari polusi, degradasi, dan perubahan iklim.

Namun, ia memperingatkan bahwa "semua perjanjian ini memiliki titik pemeriksaan pada tahun 2030 yang berisiko terlewatkan".

Beberapa studi ilmiah yang diterbitkan oleh jurnal Nature menuduh WWF memiliki bias metodologis dalam indeksnya yang menyebabkan tingkat penurunan populasi hewan menjadi berlebihan.

"Kami tetap sangat yakin akan kekokohannya," kata Andrew Terry dari Zoological Society of London dalam jumpa pers, menyoroti penggunaan "berbagai indikator, yang melihat risiko kepunahan, keanekaragaman hayati, dan kesehatan ekosistem untuk benar-benar memperluas gambaran tersebut".


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top