“Pontus', Lempeng Tektonik Purba yang Hilang Telah Ditemukan
Foto: WikimediaKeberadaan lempeng tektonik Bumi cukup dinamis. Ahli geologi Utrecht secara tidak terduga menemukan sisa-sisa lempeng tektonik besar yang membentang dari Jepang, Kalimantan, Filipina, hingga New Zealand.
Ahli geologi Universitas dari Utrecht, Suzanna van de Lagemaat, berhasil merekonstruksi lempeng tektonik besar yang sebelumnya tidak diketahui. Lempeng ini diperkirakan dulunya berukuran seperempat Samudra Pasifik.
Rekan-rekannya di Utrecht telah memperkirakan keberadaannya lebih dari 10 tahun yang lalu berdasarkan pecahan lempeng tektonik tua yang ditemukan jauh di dalam mantel Bumi. Lalu Van de Lagemaat merekonstruksi lempeng yang hilang melalui penelitian lapangan dan penyelidikan rinci di sabuk pegunungan Jepang, Kalimantan, Filipina, Papua Nugini, dan New Zealand.
Yang mengejutkan, ia menemukan bahwa sisa-sisa samudra di Kalimantan bagian utara pastilah berasal dari lempeng yang telah lama diduga ada. Oleh para ilmuwan lempeng tektonik ini oleh para ilmuwan diberi nama Pontus dan Van de Lagemaat sekarang telah merekonstruksi seluruh lempeng dengan sempurna.
Penelitian dipaparkan pada Jumat 14 Oktober 2023 tersebut disampaikan dalam rangka memperoleh gelar doktor di Universitas Utrecht, dilakukan untuk memahami pergerakan lempeng tektonik yang membentuk kulit terluar Bumi yang kaku dimana hal ini berguna untuk memahami sejarah geologi planet ini.
Pergerakan lempeng-lempeng ini sangat memengaruhi perubahan paleogeografi dan iklim planet seiring waktu, dan bahkan di mana logam langka dapat ditemukan. Namun lempeng samudra besar dari peristiwa geologis masa lalu telah menghilang ke dalam mantel Bumi melalui subduksi atau tumbukan lempeng. Lempeng-lempeng itu hanya meninggalkan pecahan batu yang tersembunyi di sabuk pegunungan.
Van de Lagemaat mempelajari wilayah lempeng tektonik paling rumit di planet ini yaitu di wilayah sekitar Filipina. "Filipina terletak di persimpangan kompleks sistem lempeng yang berbeda. Wilayah ini hampir seluruhnya terdiri dari kerak samudra, namun beberapa bagiannya berada di atas permukaan laut, dan menunjukkan batuan dengan usia yang sangat berbeda," kata dia.
Rekonstruksi
Berhubung lempeng samudra ini telah tenggelam dan tidak terlihat lagi, yang dilakukan Van de Lagemaat untuk pertama kali adalah merekonstruksi pergerakan lempeng di wilayah antara Jepang dan New Zealand. Hal ini mengungkap betapa luasnya area lempeng yang pasti telah hilang di kawasan Pasifik barat saat ini.
"Kami juga melakukan kerja lapangan di Kalimantan bagian utara, tempat kami menemukan bagian terpenting dari teka-teki ini. Kami pikir kami sedang berhadapan dengan peninggalan lempeng yang hilang yang sudah kami ketahui," kata dia.
"Namun penelitian laboratorium magnetik kami pada batuan tersebut menunjukkan bahwa temuan kami berasal dari jauh di utara, dan pasti merupakan sisa-sisa dari lempeng lain yang sebelumnya tidak diketahui," lanjut dia.
"Sebelas tahun yang lalu, kami mengira sisa-sisa Pontus mungkin terletak di bagian utara Jepang, namun kami membantah teori tersebut," jelas Douwe van Hinsbergen, dosen pembimbing PhD Van de Lagemaat.
"Baru setelah Suzanna secara sistematis merekonstruksi setengah dari sabuk pegunungan cincin api dari Jepang, melalui Papua Nugini hingga New Zealand, barulah dugaan lempeng Pontus terungkap, dan itu termasuk batuan yang kami pelajari di Kalimantan," kata dia.
Lempeng samudra yang direkonstruksi berumur 120 juta tahun yang lalu. Peninggalan Pontus tidak hanya terletak di Kalimantan bagian utara, tetapi juga di Palawan, sebuah pulau di Filipina Barat, dan di Laut Tiongkok Selatan.
Penelitian Van de Lagemaat juga menunjukkan bahwa sistem lempeng tektonik tunggal yang koheren membentang dari Jepang bagian selatan hingga New Zealand, dan sistem tersebut pasti sudah ada setidaknya selama 150 juta tahun. Itu juga merupakan penemuan baru di lapangan.
Prediksi sebelumnya tentang keberadaan Pontus dimungkinkan karena lempeng subduksi meninggalkan jejak ketika tenggelam ke dalam mantel Bumi. Hal ini dibuktikan dengan adanya zona dalam mantel dengan suhu atau komposisi yang tidak wajar. Anomali ini dapat diamati ketika seismograf menangkap sinyal gempa bumi.
Gempa bumi mengirimkan gelombang melalui bagian dalam Bumi, dan ketika gelombang tersebut merambat melalui suatu anomali, seperti pecahan lempeng tua, anomali tersebut menghasilkan gangguan pada sinyal. Ahli geologi dapat menelusuri gangguan tersebut hingga keberadaan fenomena di dalam mantel seperti pecahan lempeng tektonik.
Gelombang yang dihasilkan gempa bumi yang ditangkap oleh seismograf memungkinkan untuk melihat kondisi 300 juta tahun ke masa lalu. Pecahan lempeng yang lebih tua telah larut pada batas antara mantel dan inti.
Penelitian yang dilakukan 11 tahun lalu menunjukkan bahwa zona subduksi besar pasti melintasi Samudra Paleo-Pasifik bagian barat, yang memisahkan lempeng Pasifik yang diketahui di timur dari lempeng hipotesis Pontus di barat. Hipotesis ini kini telah dibuktikan secara independen oleh penelitian Van de Lagemaat. hay/I-1
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
Berita Terkini
- Waspada yang Akan Bepergian, Hujan Ringan hingga Deras Disertai Petir Mengguyur Indonesia Pada Sabtu
- Rute baru Kereta Cepat Whoosh
- Banjir Kabupaten Bandung
- Memalukan Tawuran Antarwarga di Jaktim Ini, Polisi Tangkap 18 Orang Pelaku
- Yang Mau Jalan-jalan Simak Prakiraan BMKG Ini, Jakarta Diprediksi Hujan Ringan Pada Sabtu Sore