Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Praktik Politik | Pemahaman Masyarakat terhadap Keberagaman di Indonesia masih Longgar

Politisi Harus Terapkan Etika

Foto : KORAN JAKARTA/M FACHRI

DISKUSI TENTANG ETIKA | Wakil Ketua DPD, Ahmad Muqowam (kanan), Anggota Fraksi NasDem MPR, Johnny G Plate (tengah), dan pakar psikologi politik Universitas Mercu Buana, Irfan Aulia menjadi pembicara dalam Diskusi Empat Pilar di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/3). Diskusi mengangkat tema ‘Etika Politik dalam Pemilu 2019’.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Menanggapi kondisi perpolitikan Indonesia saat ini, Anggota MPR RI Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Johnny G. Plate, mengatakan, seharusnya politisi lebih memerhatikan etika dalam berpolitik, bukan hanya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Salah satunya adalah adu gagasan dan program, bukan politik caci maki dan saling mengujar kebencian.

"Seharusnya kita isi dulu dengan adu gagasan dan adu program yang sampai hari ini di ruang publik kita belum secara optimal memanfaatkan kontestasi Pilpres," ujarnya dalam Diskusi Empat Pilar 'Etika Politik dalam Pemilu 2018,' di Media Center, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/3).

Plate menilai, kontestasi Pemilu 2019, khususnya Pilpres, telah diisi dengan etika politik yang kurang santun. Banyak propraganda-propaganda yang berisi ujaran kebencian dan fitnah, masih terlalu banyak kebohongan, dan masih banyak isuisu yang tidak didukung dengan data yang akurat. Menurutnya, sudah seharusnya masyarakat saling menghargai satu sama lain walaupun memiliki perbedaan pandangan politik.

"Persatuan nasional kita dalam konteks etika politik bisa ditampilkan di ruang publik dalam perbedaan pendapat dengan menjaga persatuan dan kesatuanbangsa kita," imbuhnya.

Kemudian, Wakil Ketua DPD, Akhmad Muqowam, memaparkan penyebab dari etika politik yang turun di masyarakat. Pertama, karena ketidakpahaman masyarakat mengenai ideologi bangsa. Walaupun sudah ada Pancasila, namun banyak masyarakat yang kurang paham ketika Pancasila dijadikan sebuah acuan moral.

"Kedua adalah krisis moral yang terjadi dalam lingkup yang luas ini luar biasa. Jadi kalau reformasi pada waktu itu multidimensi, saya kira belum selesai sampai sekarang," tambahnya.

Selanjutnya, kata Muqowam, longgarnya pemahaman masyarakat terhadap keberagaman di Indonesia. Kemudian, adalah karena tidak adanya pengawasan yang sifatnya holistik, sehingga baik dari elit politik maupun masyarakat, belum bisa menggunakan etika politik yang baik, bahkan cenderung menurun dari tiap Pemilu.

"Jadi hari ini saya melihat masyarakat keseluruhan dalam perpolitikan hari ini, dari Pemilu ke Pemilu, yang saya rasakan sudah lima Pemilu baru kali ini beratnya luar biasa," tuturnya.

Kriteri Memilih

Sementara itu, pakar psikologi politik Universitas Mercu Buana, Irfan Aulia Syaiful, menjelaskan, ada tiga kriteria orang memilih calon pemimpinnya. Pertama dari identitas politiknya, yang kedua adalah dari value politiknya, dan yang terakhir adalah dari emosinya. Menurutnya, kecenderungan masyarakat saat ini adalah memilih berdasarkan emosi dan perasaan, karena identitas dan value politik dari kedua Paslon sama.

"01 dan 02 identitas politiknya sama, sama-sama orang Jawa dan pernah jadi birokrat, yang satu jadi Jenderal, yang satu jadi walikota dan gubernur. Nilainya juga sama, Pancasila. Tapi emosinya, ini yang dimainkan akhirnya berbeda," ujarnya.

Menurut Irfan, kecenderungan masyarakat yang memilih berdasarkan emosi ini mengakibatkan hoaks dan fitnah bertebaran luas. Hal ini berpotensi membahayakan masyarakat, karena publik akan terpecah-belah dan terpolarisasi, bahkan dapat membuat apatisme masyarakat terhadap politik meningkat.

Namun, ia mengatakan masih ada harapan untuk masyarakat jika dari kedua tim sukses dapat menyebarkan emosi yang positif. "Bagaimanapun juga emosi negatif itu tidak akan berlangsung lama, hoaks itu ada waktunya," katanya. tri/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top