Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sistem Pertanian I Cara Manual Akibatkan Hasil Produksi Pascapanen Rentan Hilang

Pola Pertanian Masih Manual

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sistem atau pola pertanian Indonesia harus mulai beralih menggunakan teknologi agar hasil produksi bisa maksimal.

CIKAMPEK - Pola pertanian di Indonesia, baik dari masa sebelum tanam hingga pascapanen, masih didominasi cara-cara manual. Hal ini menyebabkan hasil produksi pascapanen rentan hilang. Kondisi inilah yang menjadi salah satu memicu penurunan angka kemiskinan di Tanah Air cenderung melambat dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnnya.

Hasil survei yang dilakukan perusahaan teknologi pertanian global, Syngenta, menyebutkan 30 persen petani di Indonesia mengendalikan gulma dengan cara manual, yakni dengan mencabut dengan tangan walaupun mereka telah menggunakan produk kimia pertanian.

"Pengendalian gulma secara manual sangat melelahkan dan memakan banyak biaya oleh karena tenaga kerja pertanian yang semakin sulit dan mahal," ungkap Country Head Syngenta Indonesia, Parveen Kathuria, di Cikampek, Jawa Barat (14/3).

Parveen menjelaskan gulma merupakan tanaman yang kehadirannya tidak diinginkan, tumbuh liar dan bersifat merugikan tanaman utama. Pada tanaman padi, padi akan berebut nutrisi dan mineral yang terkandung di dalam tanah yang pada akhirnya mengurangi hasil produksi.

Merangkum berbagai riset, gulma berpotensi menyebabkan kehilangan hasil produksi pertanian dunia sebesar 30-40 persen. Selain itu, CropLife Asia menyatakan bahwa gulma menjadi sumber kerugian ekonomis pertanian sebesar 75,6 juta dollar AS setiap tahunnya. Terlebih lagi, pengendalian gulma yang belum optimal menambah potensi kehilangan hasil produksi lebih besar.

Parveen menyebutkan penanggulangan gulma pada tanaman padi yang selama ini dilakukan di Indonesia masih belum optimal dalam menekan kehilangan hasil produksi padi. Untuk itu, Syngenta mengembangkan dan meluncurkan terobosan teknologi baru bernama APIRO untuk membantu mengendalikan gulma secara efektif pada tanaman padi."

APIRO memiliki dua cara kerja dari kombinasi dua bahan aktif Pyriftalid dan Bensulfuron yang efektif mengendalikan berbagai jenis gulma bandel seperti rumput-rumputan, teki-tekian, dan gulma daun lebar.

Teknologi ini memiliki metode aplikasi yang cukup fleksibel yaitu dipercik atau disemprot yang diserap oleh tanaman melalui akar dan daun serta aman terhadap tanaman utama. "Teknologi ini telah melewati fase pengembangan dan memiliki efek residu yang rendah pada tanah,"kata Parveen.

APIRO dikembangkan untuk mengendalikan gulma yang bandel sehingga dapat menekan potensi kehilangan hasil produksi padi sampai dengan 30-40 persen.

Hal tersebut diharapkan akan membantu petani padi dalam proses pengendalian gulma yang efektif dan memaksimalkan hasil produksi, menghemat biaya operasional dengan menghapuskan praktik kerja keras dalam penyiangan gulma.

"Hasil produksi padi yang maksimal dan pengurangan biaya operasional penyiangan dengan tangan tentu akan memberikan manfaat pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani padi Indonesia," ujar Parveen.

Cenderung Melambat

Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dalam acara Food Security Summit pekan lalu menyoroti tingkat kemiskinan di Indonesia. Salah satu penyebab kemiskinan karena banyaknya kehilangan hasil pada pasca panen.

Asisten Dirjen dan Kepala Perwakilan Regional Asia dan Pasifik FAO, Kundhavi Kadiresan menegaskan, Indonesia termasuk yang tertinggal dalam mengurangi tingkat kemiskinan dibandingkan negara-negara lainnya di Asia.

ers/E-3

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top