Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Politik Thailand I Pemungutan Suara untuk Pilih PM Dilaksanakan Pekan Depan

PM Sementara Imbau Rakyat Tak Ricuh

Foto : AFP/Jack TAYLOR

Protes Senat I Para pendukung Partai Move Forward (MFP) melakukan aksi protes di luar gedung Parlemen pada Rabu (19/7) malam setelah pemimpin MFP, Pita Limjaroenrat, ditangguhkan pencalonannya sebagai anggota parlemen yang secara otomatis mengakhiri pencalonannya sebagai PM Thailand. Para pendukung MFP ini memprotes anggota senat dari kubu militer karena berada di belakang penjegalan Pita sebagai PM Thailand berikutnya.

A   A   A   Pengaturan Font

BANGKOK - Perdana Menteri sementara Thailand, Prayut Chan-Ocha, pada Kamis (20/7) mengimbau agar rakyat tak ricuh setelah upaya kandidat progresif yang populer untuk menggantikannya, digagalkan oleh militer dan anggota parlemen pro-royalis.

Partai Move Forward (MFP) pimpinan Pita Limjaroenrat, pada pemilu Mei lalu memenangkan kursi terbanyak, tetapi pada Rabu (19/7) ia diskors secara dramatis dari parlemen, yang kemudian menolak memberi pemungutan suara kedua kepadanya untuk menjadi perdana menteri Thailand berikutnya.

Sekitar 1.000 orang berkumpul untuk menggelar aksi protes pada Rabu malam itu untuk mengungkapkan kemarahan mereka atas gagalnya upaya pemimpin liberal untuk merebut kekuasaan, sebelum akhirnya aksi protes itu bubar dengan damai. Mereka berkumpul di luar gedung parlemen dan Monumen Demokrasi di Bangkok untuk memprotes anggota senat dari kubu militer yang dalam pemungutan suara telah menjegal Pita.

"Thailand tidak asing dengan kerusuhan politik, dan Prayut, yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014, memahami rasa frustrasi para pendukung Pita," demikian pernyataan dari kantor PM Thailand.

"Dalam pernyataannya, Prayut juga meminta rakyat untuk memajukan Thailand secara demokratis berdampingan dengan monarki," kata juru bicara kantor PM Thailand, Rachada Dhnadirek. "Mengungkapkan pendapat dan aktivitas politik harus damai, tanpa kekerasan, dan tanpa merusak ekonomi, perdagangan, dan investasi," imbuh dia.

MFP sendiri mendapat dukungan tinggi dari kaum muda dan perkotaan Thailand yang frustasi oleh hampir satu dekade pemerintahan yang didukung tentara, tetapi pendirian Thailand dengan keras menentang agenda partai oposisi itu.

Partai tersebut telah menolak untuk berkompromi pada janjinya untuk merevisi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan (lese majeste) yang ketat, yang dapat memungkinkan pengkritik monarki yang dihukum dipenjara hingga 15 tahun.

Platform reformisnya juga menimbulkan ancaman bagi monopoli bisnis milik keluarga yang memainkan peran besar dalam ekonomi kerajaan.

Pita diskors dari parlemen oleh Mahkamah Konstitusi setelah memutuskan untuk melanjutkan kasus yang dapat membuatnya didiskualifikasi sebagai anggota parlemen sama sekali karena memiliki saham di sebuah perusahaan media dan hal itu melanggar konstitusi yang berlaku di Thailand.

Pemungutan Suara

Sementara itu seorang wakil ketua DPR pada Kamis menyatakan bahwa parlemen Thailand akan kembali mengadakan pemungutan untuk memilih perdana menteri pekan depan.

"Pemungutan suara ini tidak akan menyertakan pemimpin pemenang pemilu dari MFP setelah pencalonannya kembali diblokir," kata Pichet Chuamuangphan.

Pemungutan suara di parlemen untuk memilih PM baru pekan depan kemungkinan akan diikuti taipan real estat dan pendatang baru politik, Srettha Thavisin, yang dinominasikan Partai Pheu Thai, sebuah partai yang merupakan bagian dari aliansi delapan partai yang dipimpin MFP.

Partai Pheu Thai sendiri sebenarnya memiliki 2 kandidat PM lainnya yaitu Paetongtarn Shinawatra dan Chaikasem Nitisiri, namun Srettha adalah kandidat yang dijagokan.

Pemungutan suara di parlemen putaran berikutnya pada pekan depan juga akan diikuti Prawit Wongsuwon, pemimpin Partai Palang Pracharat yang pro-militer. Prawit ini dicalonkan oleh blok militer yang ada di parlemen. AFP/ST/BangkokPost/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top