Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Politik Inggris

PM Baru Inggris Mesti Bantu Usaha Kecil Hadapi Brexit

Foto : AFP/TOLGA AKMEN

TOLAK BREXIT - Para pengunjuk rasa pro Uni Eropa turun ke jalan di Kota London, Sabtu (20/7) Inggris untuk menentang pemilihan Boris Johnson sebagai kandidat terkuat menggantikan Perdana Menteri Theresa May.

A   A   A   Pengaturan Font

LONDON - Perdana Menteri baru Inggris harus berupaya untuk membantu usaha-usaha kecil mempersiapkan diri untuk skenario keluarnya negara itu dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa pun, atau yang sering disebut dengan no-deal Brexit.

Menteri Inggris untuk Brexit, Stephen Barclay, mengatakan persiapan di sektor tersebut masih kurang matang. "Ada perbedaan dalam persiapan antara perusahaan-perusahaan besar dengan usaha-usaha kecil dan menengah," katanya kepada Sky News,Minggu (21/7).

"Banyak pelaku usaha kecil mendengar anggota parlemen mengatakan bahwa Brexit tanpa kesepakatan tak akan terjadi, sehingga mereka berasumsi tak perlu melakukan persiapan apa pun," katanya.

Seperti diketahui, pada Selasa (23/7) akan diumumkan ketua baru Partai Konservatif menggantikan Theresa May. Sebanyak 160.000 surat suara dari anggota partai akar rumput diperkirakan akan membuat Boris Johnson, 55 tahun, sebagai pemimpin baru.

Sebab, surat suara yang tersisa harus dikirimkan sebelum batas waktu Senin (22/7) pada pukul 5.00 sore waktu setempat. Hal itu membuat pesaing Johnson, yakni Menteri Luar Negeri Inggris, Jeremy Hunt, hanya memiliki peluang kemenangan sekitar satu banding 15.

Boris Johnson, mantan Wali Kota London, merupakan kandidat unggulan untuk mendapatkan kursi kepemimpinan Partai Konservatif dan otomatis menggantikan posisi Perdana Menteri Theresa May, pada hari Rabu (24/7).

Johnson berjanji bahwa keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit) harus terlaksana pada batas waktu 31 Oktober mendatang, bahkan dengan skenario keluar tanpa kesepakatan dalam menghadapi oposisi sengit di parlemen.

Unjuk Rasa

Sementara itu, para pengunjuk rasa pro-Uni Eropa pada Sabtu (20/7) turun ke jalan di Kota London guna menentang pemilihan Boris Johnson sebagai perdana menteri baru. Aksi dengan tajuk March for Change itu digelar oleh koalisi kelompok-kelompok penekan pro-UE dan pro-referendum kedua.

Unjuk rasa secara jelas meminta pemerintah Inggris membatalkan Article 50 dan mempertahankan keanggotaan Inggris di Uni Eropa. Unjuk rasa itu bertolak belakang dengan aksi-aksi sebelumnya, yang menuntut dilakukannya referendum kedua tentang apakah menerima atau menolak kesepakatan yang dibuat PM Theresa May dengan Uni Eropa, mencabut Article 50 atau hengkang tanpa perjanjian apa pun.

Office for Budget Responsibility mengatakan bahwa Inggris kemungkinan sudah memasuki resesi, dan Brexit tanpa kesepakatan dengan Uni Eropa berarti akan menambah beban defisit anggaran lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020, dengan tambahan utang negara 30 miliar pundsterling.

Aksi unjuk rasa itu dimeriahkan dengan kehadiran boneka balon yang diumpamakan sebagai Boris Johnson anak-anak.

Mirip dengan boneka Donald Trump yang selalu diusung pengunjuk rasa sebagai sindiran keras terhadap Presiden Amerika Serikat yang pemarah dan kekanak-kanakan itu ketika berkunjung ke Inggris. Ant/AFP/ang/AR-2

Penulis : Antara, AFP

Komentar

Komentar
()

Top