Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hari Keagamaan -- Seluruh Umat Perlu Kontemplasi untuk Introspeksi

PGI: Jadikan Ramadan-Paskah Momentum Tingkatkan Toleransi

Foto : istimewa

Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI Pendeta Jimmy Sormin

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) menyatakan Ramadan dan Paskah menjadi momentum kedua umat beragama dan seluruh umat umumnya untuk terus memupuk cinta kasih dan toleransi sembari membuang arogansi beragama guna meraih kemenangan diri.

Menurut Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI Pendeta Jimmy Sormin, sukacita kedua umat beragama memperingati Ramadan dan Trihari Suci Paskah akan sia-sia tatkala umat masih belum bisa memenangkan diri dari nafsu, kebodohan, egoisme, dan arogansi beragama.

"Sia-sia perayaan kerohanian ini jika kita masih saja membangun kebencian dan mempertahankan ego. Jadi, sia-sialah perayaan bulan suci kalau kita masih belum menang atas segala ego," ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (15/4).

Ia mengatakan dalam konteks kekristenan, Trihari Suci khususnya dalam momen Jumat Agung sejatinya dimaknai sebagai waktu untuk mengingat pengorbanan Kristus di kayu salib guna menebus dan menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Bahwa cinta kasih dibuktikan melalui pengorbanan.

"Hikmah yang bisa diambil dari peristiwa ini bahwa kasih itu yang paling besar buktinya adalah pengorbanan. Kita mengingat pengorbanan Kristus di kayu salib menjadi peristiwa kebahagiaannya itu justru di Paskah ketika manusia diselamatkan dari kuasa dosa," terangnya.

Dia menjelaskan pengorbanan yang dilakukan Yesus menunjukkan cinta kasihnya kepada umat tak bersyarat yang melampaui segala yang ada di dunia ini. Pendeta Jimmy berpendapat bahwa umat Kristen harus bisa meneladani sikap mau berkorban untuk sesama, mau mengampuni, meminta maaf, berbagi dengan apa yang ada diri sendiri, dan berbagi kepada kaum lemah sebagai bentuk pengorbanan.

"Sayang, jika kita tidak mampu mengampuni orang yang bersalah. Alangkah egoisnya jika tidak bisa melepaskan segala keangkuhan dari dalam diri kita. Kalau Tuhan saja mau berbuat demikian, mengapa kita tidak berupaya," jelasnya.

Kontemplasi

Lulusan Ilmu Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ini menjelaskan dalam konteks perayaan kerohanian kedua umat beragama, hendaknya dapat memanfaatkan untuk introspeksi diri, berbenah diri menghayati bagaimana hubungan kepada sesama umat, dan sesama manusia.

"Jadi ambil waktu untuk berkontemplasi guna introspeksi diri, bagaimana kita membangun semangat cinta kasih, dan saling toleransi. Di momen ini, kita mengupayakan mengontrol arogansi, egosentrisme, dan mengontrol diri agar menjadi lebih baik," tuturnya.

Untuk membangun cinta dan toleransi, Jimmy menilai perlu kesungguhan dari setiap individu sebagai masyarakat Indonesia yang hidup di tengah keberagaman. Dengan begitu perdamaian dan kerukunan bukan hanya sebuah kamuflase, namun tertanam dalam karakter dan keseharian umat.

"Membangun cinta serta toleransi butuh pengorbanan dan kesungguhan. Maka cinta dan toleransi bukan hanya kamuflase atau seremonial yang menunjukkan bahwa semua damai dan rukun di hadapan publik serta media, tapi harus dalam keseharian kita," kata Jimmy.

Dengan demikian pada momen yang penuh sukacita ini, Jimmy menilai perlu adanya peran pemerintah dan tokoh agama untuk terus menjaga kerukunan umat serta membangun cinta kasih agar umat menang atas segala ego diri. Memutus semua mata rantai kebencian atau segala arogansi demi menyongsong Indonesia yang adil, aman, damai, dan maju.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top