Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pangan

Petani Terancam Rugi Besar

Foto : ANTARA/Widodo S Jusuf
A   A   A   Pengaturan Font

LUMAJANG - Penderitaan petani di tengah ancaman kesulitan modal bukan saja dialami petani tebu Jawa Barat, tapi juga dirasakan petani di Lumajang, Jawa Timur. Bahkan, petani tebu di Desa Jatiroto, Kecamatan Jatiroto, Lumajang, terancam mengalami rugi besar akibat tidak mau melepasnya karena harga beli rendah.


"Sekarang ini semua petani sedang resah karena harga gula terlalu rendah. Sempat ditawar oleh broker 9.300 rupiah, tapi tidak ada yang mau melepas karena kami akan rugi. Padahal, pada awal panen sempat mencapai 10.500 rupiah per kilogram," ujar Suwarso, petani tebu Jatiroto, Lumajang, saat dihubungi, Senin (14/8).


Dia mengungkapkan, rendahnya harga beli gula petani karena di pasaran beredar gula rafinisasi. "Selain itu, karena pemerintah mematok harga eceran tertinggi gula sehingga petani yang ditekan," katanya.


Suwarso menambahkan, para petani saat ini tengah menunggu PTPN XI yang sebelumnya berjanji akan membeli dengan harga pantas dan akan memberikan dana talangan.

"Tapi, meski petani sudah menerima dana talangan, belum mau menyerahkan gula karena menuntut harus dibeli dengan nilai yang pantas. Kami tidak akan melepasnya, sebab keinginan petani awalnya terjual dengan harga 13.500 rupiah per kilogram," pungkas dia.


Penumpukan gula petani juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tepatnya di gudang Pabrik Gula Madukismo. "Pedagang maunya beli 9.100 rupiah per kilogram, tapi kita tidak mau menjualnya karena kami rugi," kata Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) DIY, Roby Hernawan.


Menurut Roby, aktivitas petani tebu akan terus menurun selama pemerintah tidak mencabut aturan HET dan menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) gula petani. "Jika sebulan ke depan tidak ada perubahan, kemungkinan petani tebu akan beralih komoditas. Jika ini terjadi maka produksi gula nasional akan anjlok," katanya.


Roby menegaskan, hari-hari terakhir ini merupakan titik nadir petani di saat negara sama sekali tidak peduli dengan nasib petani. "Sebab, kebijakan yang diambil pemerintah hanya memerdulikan para importer," tegasnya.


Sebelumnya, petani tebu yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat, mengaku kesulitan melunasi utang yang digunakan untuk modal pada masa tanam tahun lalu karena sampai saat ini gula mereka tidak laku.

"Kalau tanaman tebu itu harus berkesinambungan terus agar nanti tidak ada gejolak ketika telat tanam, tapi sekarang buat melunasi kredit tahun lalu kami kesulitan membayar," kata seorang petani tebu, Agus Safari, di Cirebon, Minggu (13/8).


Agus yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat menjelaskan, sudah sejak tiga bulan lalu, gula para petani tidak laku dan ini menyebabkan petani kesulitan membayar utang.


Dengan kondisi seperti sekarang ini dikhawatirkan musim tanam tebu tidak bisa dilaksanakan karena tidak adanya modal.


Dia mengatakan modal yang dibutuhkan petani dalam sekali tanam cukup besar, per hektare lahan butuh modal mencapai 25 juta rupiah itu untuk tanam pertama dan kalau hanya menunggu tunasnya kembali tumbuh petani membutuhkan 17 juta rupiah.

"Modal tersebut juga belum termasuk sewa lahan, kalau yang tidak mempunyai lahan," tuturnya. SB/YK/AR-2

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top