Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pangan

Petani Tebu Desak Mendag Naikkan HET

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Petani tebu akan menemui Menteri Perdagangan untuk mempertanyakan aturan harga eceran tertinggi (HET) gula sebesar 12.500 rupiah per kilogram yang sangat merugikan. Kalaupun aturan itu akan tetap diterapkan, seharusnya HET gula sebesar 14.000 rupiah per kilogram.


Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, mengatakan pihaknya akan mendatangi Kementerian Perdagangan untuk mempertanyakan aturan HET gula 12.500 rupiah per kilogram yang dinilai merugikan.


"Kami mendesak pemerintah, yakni Kementerian Perdagangan untuk membenahi aturan tentang tata niaga gula di Indonesia. HET yang ditetapkan sebesar 12.500 rupiah per kilogram sangat merugikan petani," kata Soemitro, di Jakarta, Rabu (2/8).


Soemitro mengatakan, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APTRI pada 20-21 Juli 2017 telah dikeluarkan rekomendasi untuk meminta Menteri Perdagangan menaikkan HPP gula tani menjadi 11.000 rupiah per kilogram dibanding aturan dalam Peraturan Menteri Perdagangan 9.100 rupiah.

Pihaknya juga meminta agar menaikkan HET gula menjadi sebesar 14.000 rupiah dari aturan saat ini sebesar 12.500 rupiah per kilogram.


"Angka kenaikan yang kami ajukan ini sangat wajar. Sebab petani perlu mendapat keuntungan dari usaha tani tebu selama setahun. Di pihak pedagang juga untung dan juga tidak memberatkan kepada konsumen," ujarnya.


Ia menyebutkan, pada 11 April 2017, DPN APTRI telah melayangkan surat kepada Menteri Perdagangan dan mengusulkan agar HPP gula petani musim giling 2017 sebesar 11.76 rupiah per kilogram.


Usulan tersebut didasarkan atas besaran biaya pokok produksi (BPP) sebesar 10.600 per kilogram dengan asumsi produksi tebu pada tanaman plant cane 100 ton per hektare dan rendemen 7,5 persen, sedangkan pada tanaman ratoon produksi tebu 90 ton per hektare dengan rendemen 7 persen.


Dijelaskan, BPP tersebut telah memperhitungkan biaya bibit, pupuk, traktor, dan kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi itu, antara lain biaya garap, upah tenaga kerja, dan biaya tebang angkut akibat kenaikan harga BBM.


Tidak Disubsidi


Sementara itu, Sekjen DPN APTRI, Nur Khabsyin, menegaskan, pada dasarnya kebijakan penetapan harga acuan atau HET gula tidak tepat, karena gula (termasuk gula tani) tidak termasuk barang yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. "Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh menekan harga pasar," tuturnya.


Menurut Khabsyin, jika ingin gula murah untuk rakyat maka pemerintah harus menyubsidi harga sebagaimana yang dilakukan pada HET pupuk. Dengan adanya HET gula berarti petani tebu yang justru menyubsidi harga gula kepada rakyat.


"Semestinya, pemerintah cukup menetapkan HPP gula tani sebagai harga dasar perhitungan di dalam usaha tani tebu. Makanya, kami meminta Mendag agar mau berdiskusi dan menerima kami untuk beraudiensi. Biar masalahnya menjadi terang," katanya. ers/AR-2

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top