Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pangan - Gula Rafinasi untuk Industri Banyak Dijual di Pasar Tradisional

Petani Kesulitan Lunasi Utang

Foto : ANTARA/Dedhez Anggara
A   A   A   Pengaturan Font

CIREBON - Para petani, khususnya petani tebu yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat, mengaku kesulitan melunasi utang yang digunakan untuk modal pada masa tanam tahun lalu, karena sampai saat ini gula mereka tidak laku.


"Kalau tanaman tebu itu harus berkesinambungan terus, agar nanti tidak ada gejolak ketika telat tanam, tapi sekarang buat melunasi kredit tahun lalu kami kesulitan membayar," kata seorang petani tebu, Agus Safari di Cirebon, Minggu (13/8).


Agus yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat menjelaskan, sudah sejak tiga bulan lalu, gula para petani tidak laku dan ini menyebabkan petani kesulitan membayar utang.

Dengan kondisi seperti sekarang ini dikhawatirkan musim tanam tebu tidak bisa dilaksanakan, karena tidak adanya modal.


Dia mengatakan modal yang dibutuhkan petani dalam sekali tanam cukup besar, per hektar lahan butuh modal mencapai 25 juta rupiah itu untuk tanam pertama dan kalau hanya menunggu tunasnya kembali tumbuh petani membutuhkan 17 juta rupiah.

"Modal tersebut juga belum termasuk sewa lahan, kalau yang tidak mempunyai lahan," tuturnya.


Agus menambahkan heran dengan masih adanya gula di pasaran, meskipun para petani sudah tiga bulan tidak menjual hasil panennya dikarenakan tidak laku. "Kami juga awalnya heran kenapa di pasar masih banyak gula, padahal kami sudah tiga bulan menumpuk di gudang dan setelah di cek ternyata itu gula rafinasi," tuturnya.


Temuan tersebut membuat mereka dari DPD APTRI, DPC melakukan sidak dibeberapa gudang dan hasilnya mereka menemukan gula rafinasi bertumpuk disebuah gudang yang berada di Kota Cirebon.


Wakil Ketua APTRI Jawa Barat, Mae Azhar menjelaskan penyebab gula petan tidak laku. Pertama, karena pemerintah menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) gula sehingga harga gula petani menjadi murah.

Kedua, karena pemerintah mengenakan pajak pendapatan nilai (PPN) 10 persen untuk gula sehingga menguras marjin harga dari petani maupun pedagang. Ketiga, pemerintah membiarkan gula rafinasi merembes ke pasar sehingga gula petani jadi menumpuk di gudang.


Sangat Memaksakan


Mae heran pemerintah benar-benar tidak mau melihat kenyataan petani tebu nasional dan sangat memaksakan kehendak.

"Hitung-hitungan pemerintah terhadap petani tebu nasional cuma mengandalkan pengalaman pedagang semata. Pemerintah tidak pernah menyadari bahwa luas tanaman tebu mulai berkurang,

kondisi teknologi pertanian, dan kemampuan pabrik gula untuk memproduksi gula dari tebu yang rendemannya rendah. Mana bisa petani tebu nasional disuruh bersaing dengan pertanian negara pengekspor gula," ujarnya.


Selain itu, pemerintah dan perbankan juga tutup mata dengan kemampuan permodalan petani. Untuk mengajukan pinjaman KUR pun petani kesulitan karena dipaksa punya NPWP dan BI Checking yang bagus. "Jika kita telah membayar pinjaman motor sebulan, KUR nggak bisa cair. Lalu dari mana lagi modal kita," terang Mae.


Sebelumnya, Sekjen DPN Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), M Nur Khabsyin, ada sekitar 250.000 ton gula petani yang belum laku, menyusul adanya kebijakan pengenaan pajak pertambahan nilai 10 persen

"Adanya kebijakan pengenaan PPN memang membuat pedagang enggan membeli gula petani karena mereka khawatir ditarik PPN," ujarnya.


Selain faktor PPN, katanya, di pasar juga sudah jenuh karena banyaknya gula yang beredar, sehingga penyerapan gula di pasar sangat lambat. "Biasanya, gula tani dari jawa bisa dijual ke luar, namun saat ini tidak bisa masuk ke luar jawa karena sudah penuh gula, baik dari operasi pasar maupun rembesan gula rafinasi," ujarnya.


Menanggapi keluhan petani tebu, pakar pertanian Universitas Trunojoyo Madura, M Rum mengatakan, permasalahan utama tata kelola gula pada tahun ini adalah harga pembelian gula petani yang lebih rendah dibanding tahun lalu,

ditambah lagi adanya gula impor serta biaya usaha tani yang dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Ant/YK/SB/AR-2

Penulis : Antara, Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top