Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Petani Kecil Siap Hadapi EUDR

Foto : Istimewa.

Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) secara resmi berlaku sejak 29 Juni 2023. Peraturan deforestasi Uni Eropa (UE) ini memberikan sejumlah kewajiban kepada operator atau perusahaan melalui penerapan uji tuntas terhadap komoditas atau produk yang diimpor maupun diekspor.

Sistem uji tuntas bertujuan untuk memastikan bahwa produk tersebut bebas deforestasi yaitu komoditas yang diproduksi di lahan yang tidak mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020 dan legal atau mematuhi semua undang-undang relevan yang berlaku di negara produsen dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.

Sebagai negara produsen utama komoditas sawit, pelaku usaha di Indonesia termasuk petani kecil wajib memenuhi persyaratan EUDR. Namun, pemberlakuan EUDR tidak hanya direspon sebagai peluang perbaikan tata kelola industri sawit di Indonesia, tetapi juga bagi pihak lain justru menimbulkan kekhawatiran bahwa petani kecil sulit memenuhi persyaratan EUDR sehingga akan menyingkirkan petani kecil dalam rantai pasok CPO ke pasar UE.

Sabarudin, Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin mengatakan, kesiapan petani kecil untuk memenuhi persyaratan EUDR seharusnya tidak perlu dikhawatirkan, mengingat produk regulasi dan kebijakan pemerintah saat ini justru relevan dengan apa yang dipersyaratkan oleh EUDR dalam mendorong pembenahan tata kelola sawit rakyat di Indonesia.

"Pemenuhan persyaratan EUDR sejalan dengan upaya Pemerintah Indonesia saat ini untuk mendorong perbaikan tata kelola sawit melalui pendataan dan pemetaan kebun sawit rakyat, penerbitan legalitas usaha dan tanah, implementasi rencana aksi kelapa sawit berkelanjutan, serta mandatori penerapan ISPO. Jika dukungan ini dijalankan, tentu akan memudahkan petani kecil dalam memenuhi persyaratan EUDR, apalagi praktik baik yang telah dilakukan petani kecil sudah banyak ditemui," tegas Sabarudin dalam diskusi di Jakarta, Rabu (22/11)

Lebih lanjut, Sabarudin mengatakan bahwa banyak pihak yang khawatir dan mengatakan bahwa petani kecil bisa dikeluarkan dari rantai pasok karena sulit untuk memenuhi persyaratan EUDR, padahal jelas pernyataan Komisi Eropa, dalam laporan Penilaian Dampak EUDR yang menyatakan bahwa biaya yang terkait dengan kepatuhan perusahaan terhadap EUDR kemungkinan akan mencapai antara 170 juta dollar AS dan 2,5 miliar dollar AS per tahun.

Biaya-biaya tersebut terangnya harus diserap dalam bentuk pengurangan keuntungan oleh para operator di sepanjang rantai nilai dan/ atau pada akhirnya diteruskan ke konsumen akhir di negara anggota UE. Sedangkan di Artikel 11 EUDR, sudah jelas ditulis bahwa berinvestasi dan membangun kapasitas Petani kecil adalah salah satu cara untuk mitigasi risiko.

"Jadi sangat jelas disebutkan bahwa para operator rantai nilai/pasok harus menanggung biaya kepatuhan EUDR, karena itu kekhawatiran dari banyak pihak terhadap petani kecil mestinya tidak terjadi jika perusahaan patuh terhadap ketentuan EUDR untuk mendukung petani kecil," tegas Sabarudin.

Dukungan Pemerintah

Direktur Eksekutif Sawit Watch menambahkan dukungan nyata pemerintah Indonesia bahkan UE, menjadi hal yang dibutuhkan petani sawit saat ini.

"Sudah saatnya bagi Pemerintah dan UE memberikan dukungan nyata (konkret) kepada petani sawit dalam rangka memenuhi persyaratan uji tuntas EUDR. Tantangan yang dihadapi petani sawit seperti persoalan legalitas lahan, minimnya realisasi kemitraan, peningkatan kapasitas dan lain sebagainya jangan menjadi penghalang. Petani justru harus difasilitasi dan didukung untuk menyelesaikan persoalan ini. Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa harus melakukan upaya kolaboratif untuk mendukung petani sawit dengan program dan agenda nyata bukan sebatas komitmen," ujar Rambo.

Disisi lain RSPO dengan sistem sertifikasi berkelanjutannya juga dapat berkontribusi bagi upaya petani sawit dalam melaksanakan mekanisme di EUDR. Saat ini telah banyak contoh petani yang mampu mendapatkan sertifikasi RSPO. Harapannya bagaimana ketika petani telah mampu melaksanakan RSPO maka yang dilakukan tersebut akan sejalan dengan mekanisme yang ada di EUDR.

Ferdian Yazid, Program Manager Natural Resource & Economic Governance, Transparency International Indonesia, menambahkan, kepatuhan perusahaan dalam tata kelola kelapa sawit yang lebih transparan adalah kunci untuk memastikan keberlanjutan industri ini. Penerapan Peraturan EUDR memberikan peluang bagi perusahaan untuk berkomitmen pada praktik bisnis yang bertanggung jawab dan lingkungan.

"Penting bagi perusahaan untuk memahami bahwa transparansi bukan hanya kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga merupakan elemen kunci dalam membangun kepercayaan konsumen dan menjaga reputasi merek," ujar Ferdian Yazid.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top