Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Petani Burangkeng Merugi Akibat Banjir dan Sampah

Foto : Istimewa

Para petani selalu rugi akibat banjir, sampah, dan lindi mencemari sawah mereka.

A   A   A   Pengaturan Font

BEKASI - Petani sawah pinggir tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bunrangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi mengalami kerugian setiap musim tanam. Lebih-lebih pada musim penghujan nyaris persawahan seluas 21 hektare terendam air sebab Kali Burangkeng tak mampu menahan beban.

"Parahnya air hujan itu bercampur sampah dan air lindi dari TPA. Akibatnya air sawah menghitam dan sangat bau. Berbagai jenis sampah masuk ke sawah. Hal ini menyulitkan petani," kata Ketua Koalisi Persampahan Nasional, Bagong Suyoto dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Koran Jakarta, Kamis (18/11).

Menurut data, pada 2020/2021 total timbulan sampah Kabupaten Bekasi yang dibuang ke TPA Burangkeng sekitar 800-900 ton/hari dari total 2.700-2.900 ton/hari. Sedangkan tingkat pelayanan 42-45%. Artinya sampah yang dikirim ke TPA Burangkeng masih rendah.

Sementara TPA Burangkeng yang luasnya 11,6 hektare sudah overload karena tidak ada teknologi pengolahan sampah. Tentu, tambah dia, atrean semakin panjang hingga jalan raya pada siang hari. Pada awal November 2021 zona A TPA ini longsor dan sampahnya menguruk IPAS, air lindinya tidak diolah sama sekali, dampaknya air lindi masuk ke Kali Burangkeng.

Menurut cerita Pak Moch Hatta, Ketua Bangkit Tani Pasundan, pada tahun 1987-an lebar Kali Burangkeng sekitar 5 meter, panjang hampir 2 Km dan lebar tanggul sekitar 3 meter. Namun, secara perlahan lebar dan kedalaman kali berkurang karena sampah dan endapan tanah.

Lanjut Pak Hatta, kondisi kali menyempit, kurang terawat dan tanggulnya jebol pada sejumlah titik, akibatnya ketika hujan turun, air masuk ke sawah. Belum lagi sampah dari TPA ikut masuk. Hampir setiap musim tanam petani mengalami kerugian besar.

"Modal penggarapan sawah sekitar 2 juta rupiah lebih. Kalau kondisi normal dapat panen 6 ton. Harga gabah basah 3.500 rupiah per kg. Petani bisa mendapat penghasilan kotor sekitar 21 rupiah juta per hektare," kata Hatta.

"Ketika sawah kerendam air hujan dan lindi maka produksi padi menurunkan tajam, hasilnya hanya 20-30%, dan pernah sama sekali tak dapat hasil. Rasanya sedih sekali, jerih payah tanpa hasil," tambahnya.

Arjun, warga setempat menguatkan, bahwa sawah yang kemasukan sampah dan air lindi TPA sulit dikerjakan. Karena harus membersihkan sampah yang bercampur rumput. Baru kemudian bisa dibajak, selanjutnya buat galengan.

"Susah pak menggarap sawah yang seringkali kemasukan sampah. Airnya bau. Padi tidak ada buahnya, hanya pohon dan daunnya kelihatan subur. Warna beras gelap dan nasinya mudah basi," kata Arjun.

"Saluran irigasinya nggak terurus, malah ada air sampah dan kimia. Lihat tuuh, airnya menghitam dan bau. Beberapa kali petani mengadu, tetapi tidak ada yang memperhatikan. PPL dan petugas dari Dinas PUPR ngak pernah dating," tandasnya.

Lebih jauh Bagong menyatakan berdasarkan pengalaman dan observasi sejak tahun 2000-an padi sawah yang terkena sampah tingkat produktivitas dan kualitasnya menurun drastis. Juga merusak kualitas lingkungan hidup dan menredahkan image warga sekitar.

Lanjut Suyoto, dampaknya petani akan rugi sepanjang tahun. Keinginan petani Burangkeng menggarap sawah, lahan tidur adalah membantu program ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah.

Survei bersama para petani pada 17 November 2021 sawah sebelah utara berdekatan Zona A dan B TPA sudah beberapa bulan tidak digarap karena airnya sulit meskipun memasuki musim penghujan, tetapi ketika banjir meredam semuannya hingga pemukiman warga.

Setelah berdialog dengan petani, tokoh masyarakat, lembaga pendamping (KPNas, Taruna Tani Burangkeng, Bangkit Tani Pasundan dan PRABU-PL) dapat disimpulkan. Pertama, petani, tokoh masyarakat dan lembaga pendamping meminta supaya Bupati Bekasi meninjau langsung lokasi dan kondisi Kali Burangkeng dan persawahan yang terkena dampak langsung akibat keberadaan TPA sampah.

Kedua, meminta pada Bupati Bekasi agar memperhatikan dan memperbaiki nasib petani Burangkeng yang menjadi korban kebanjiran bercampur sampah dan lindi, buntutnya setiap tahun merugi. Khususnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi agar melakukan pengendalian lingkungan, yakni sampah dan lindi diolah sesuai peraturan perundangan dan standar yang berlaku agar tidak mencemari sawah.

Ketiga, tambah Bagong, agar Bupati Bekasi memperintahkan Dinas terkait melakukan normalisasi Kali Burangkeng, berupa penurapan sepanjang hampir 2 Km, lebar 5 meter dan kedalaman 1-1,5 meter. Dan juga perbaikan dan perawatan tanggul sepanjang kali, lebar 3 meter. Juga memperbaiki jembatan-jembatan yang dilalui Kali Burangkeng.

Keempat, tambah dia, dalam pelaksanaan kegiatan normalisasi atau perbaikan kali tersebut agar Pemerintah Kabupaten Bekasi melibatkan petani dan warga Burangkeng. Partisipasi tersebut bagian penting dari pemberdayaan petani Burangkeng dalam upaya menggalakan ketahanan pangan daerah dan nasional.

"Saya nyakin permintaan petani, tokoh masyarakat dan lembaga pendamping dapat segera dipenuhi oleh Bupati Bekasi. Semoga semua lancer," tutup Suyoto.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top