Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Peserta Dharmasiswa, Tak 100 Persen "Bule" Lagi

Foto : KORAN JAKARTA/CITRA LARASATI

PROGRAM BEASISWA | Tiga Peserta Program Dharmasiswa dari Italia, Bulgaria, dan Finlandia (tiga wanita di tengah) yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah Indonesia untuk belajar bahasa, seni, dan budaya Indonesia di Universitas Udayana, Bali selama satu tahun.

A   A   A   Pengaturan Font

"Jangi janger… Sengsengin sengseng janger … Sengsengin sengseng janger … Serere nyoman mangeyorin... Kelap-kelap ngalap bunga ... Langsing lanjar pamulune nyandat gading …"

Petikan lagu Janger tersebut mengalun merdu dari bibir Inda Grossi (Italia), Dimitria Momchilova (Bulgaria), dan Helka Halme (Finlandia). Tidak hanya hafal lirik Janger, ketiganya pun membawakan Janger komplet dengan logat Bali yang fasih.

Janger pernah mereka dan teman sekelasnya sesama "bule" bawakan pada sebuah pentas seni, perayaan hari ulang tahun Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (Unud), beberapa bulan lalu.

Inda, Dimitria, dan Helka adalah tiga dari 27 warga negara asing peserta program Dharmasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang ditempatkan di Universitas Udayana. Mereka mendapatkan beasiswa selama satu tahun dari pemerintah Indonesia untuk belajar bahasa, seni dan budaya Indonesia langsung di "kandangnya". Ada beberapa daerah lainnya yang menjadi daerah penempatan program Dharmasiswa, seperti Jogjakarta, Malang, Solo, dan Bandung.

Indonesia menjadi satu negara yang dipilih peserta Dharmasiswa karena ketiganya melihat Indonesia adalah negara istimewa yang kaya akan ragam seni budaya. Bagi para peserta, belajar bahasa Indonesi juga merupakan investasi. Sebab mereka memandang Indonesia akan menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dunia di masa mendatang.

"Indonesia adalah negara yang memiliki banyak potensi, dan akan maju di masa mendatang," kata mahasiswa Studi Asia, Universitas Sofia, Bulgaria, ini.

Dimitria saat ditemui di Unud, Bali mengaku jatuh cinta pada segala hal tentang Indonesia, tidak hanya bahasa, seni, dan budaya, namun juga keramahan masyarakatnya, dan kuliner Nusantara. "Saya suka gado-gado," ungkap Dimitria.

Kepala Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) Universitas Udayana, I Nengah Sukarta, mengatakan Dharmasiswa sebenarnya merupakan program yang sudah berjalan sejak 1974. Program ini terus berkembang hingga di 1980 mulai berkembang secara lebih serius. "Dulu paling hanya tiga orang peserta, tapi sekarang berkembang pesat, Kampus kami saja tahun ini mendapat 27 orang peserta," sebut Sukarta.

Dharmasiswa tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiswa aktif, namun juga WNA dari segala macam latar belakang profesi. "Jadi ada yang mahasiswa, dokter, dan banyak profesi lainnya ikut program ini," Sukarta.

Sama halnya dengan belajar bahasa pada umumnya, setiap peserta akan diberi materi membaca, menulis, mendengar, dan berbicara bahasa Indonesia. "Pelajaran bahasa juga diselingi kegiatan lainnya yang berbau seni dan budaya," papar Sukarta.

Selain untuk menjadi "duta" Indonesia di luar negeri, peserta juga memiliki motivasi lain saat mempelajari bahasa Indonesia. Inda misalnya, baginya belajar bahasa Indonesia dapat mempererat tali kasih dengan keluarga Ibundanya yang berdarah Bali. "Saya banyak mempraktikkan bahasa Indonesia dengan keluarga saya yang berada di Bali," jelas gadis berdarah Italia-Indonesia kelahiran Domodossola, Italia, ini.

Inda juga meyakini bahwa Indonesia akan menjadi negara paling disegani di masa mendatang. "Indonesia akan maju di masa depan, dikenal lebih di Eropa terutama untuk ekonomi," serunya.

Sementara Helka, mengaku mengenal Indonesia pertama kali melalui Bali. "2013 lalu saya pertama kali datang ke Bali, waktu itu belum bisa berbicara bahasa Indonesia. Masih 100 persen bule," ungkap kelahiran Heinola, Finlandia, ini.

Kunjungan pertama ke Bali itulah yang membawanya jatuh cinta pada keramahanan masyarakat lokal, dan saat ini mengaku menjadi terbiasa tinggal di Bali. "Sekarang sudah mulai 50 persen bule, 50 persennya lagi Indonesia," seloroh mahasiswa Hukum University of Helsinki, Finlandia ini. cit/E-3

Komentar

Komentar
()

Top