Perusahaan Besar Harus Jaga Keberlangsungan Usaha Mitra Bisnis
Konferensi pers melawan kriminalisasi mitra bisnis di Jakarta, Jumat (24/2).
Foto: Istimewa.JAKARTA-Sejumlah kalangan meminta agar perusahaan tambang besar tidak mengkriminalisasi mitra bisnisnya karena akan mengganggu keberlangsungan usaha dari mitra bisnis tersebut.
Terlebih lagi, jika mitra bisnis tersebut merupakan perusahaan lokal yang sangat prospektif ke depannya.
Hal itu seiring dengan kasus yang menimpa PT. Intan Sarana Teknik (IST) yang berperan sebagai kontraktor pengelola limbah tambang salah satu perusahaan tambang di Kalimantan Selatan.
Padahal sebagai mitra bisnis, IST telah mengikat kerja sama dalam kontrak yang disusun sesuai kaidah-kaidah hukum dan bisnis yang berlaku.
Adapun teknologi yang digunakan IST yakni Geotube Dewatering (GD) yang andal dan terbukti dapat menangani limbah tambah batubara dan sudah mendapat penghargaan dari dunia internasional dan perusahaan itu sendiri.
"Teknologi ini akan booming ke depannya, dan semua perusahaan tambang sudah berupaya mengadopsi teknologi ini. Jika begini akan berbahaya ke depannya, orang tidak akan mau berbisnis dengan perusahaan besar," ungkap Almustasar Amir, Pelaku Usaha Praktisi Teknologi dalam diskusi Kriminalisasi Terhadap Mitra Bisnis di Jakarta, Jumat (24/2).
IST atau Dirut IST, IRE diyakini telah dikriminalisasi oleh salah satu perusahaan tambang. Menurut Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara, karena motif diduga bernuansa moral hazard dan profit bisnis, belakangan mitra bisnis IST itu justru melaporkan Dirut IST, yakni IIRE ke Bareskrim Polri. Hingga kini IRE penemu teknologi pengelola limbah tambang itu telah dipenjara selama 10 bulan dalam tahanan Polri.
IRE yang merupakan alumni Universitas Indonesia (UI) itu didakwa melakukan pelanggaran, yakni: a) melakukan penipuan berdasarkan Pasal 378 Jo Pasal 15 Jo Pasal 64 KUHP; b) melakukan tindak pencucian uang berdasarkan Pasal 3 Jo Pasal 10 UU TPPU No.8/2010.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengadili perkara IST antara Mei 2022 hingga September 2022. Pada 7 September 2022, IRE diputuskan bebas murni karena terbukti tidak bersalah atas dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Putusan para hakim adalah bulat, tanpa ada yang berbeda pendapat (dissenting opinion). Bahkan karena dakwaan yang diajukan JPU dianggap tidak relevan, pada beberapa sidang yang digelar antara Mei-Juni 2022, sejumlah hakim mengusulkan agar perkara tersebut diselesaikan melalui peradilan perdata.
Karena gagal memenuhi keinginan di PN Jaksel, perusahaan tambang itu melalui JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 2 Januari 2023. Ternyata dalam sidang kasasi yang tertutup, pada 31 Januari 2023, MA telah memutus IRE bersalah.
IRE divonis hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp 15 miliar. MA mengabulkan tuntutan JPU, bahwa IRE terbukti melanggar Pasal 378 KUHP (sanksi pidana maksimal 4 tahun) dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU (dengan sanksi pidana maksimal 20 tahun).
"Ini menghambat anak bangsa melakukan inovasi, padahal temuan IRE ini merupakan hal baru dan tidak banyak yang bisa melakukan itu. Mestinya diberi perlindungan," tegas Marwan.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 2 Peneliti Korsel Temukan Fenomena Mekanika Kuantum
- 3 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 4 Menko Zulkifli Tegaskan Impor Singkong dan Tapioka Akan Dibatasi
- 5 Kepercayaan Masyarakat Dapat Turun, 8 Koperasi Bermasalah Timbulkan Kerugian Besar Rp26 Triliun