
Perubahan Iklim Memicu Badai yang Lebih Buruk

GREG CARBIN Kepala Operasi Prakiraan Cuaca - Setiap badai itu unik. Meskipun pola-pola di atmosfer terlihat serupa, polapola tersebut seperti sidik jari manusia, tidak ada dua orang yang sama.
Badai terbentuk di atmosfer yang lebih hangat, membuat curah hujan ekstrem lebih sering terjadi.
NEW YORK CITY - Ketika sebagian besar wilayah dunia mengalami kemarau panjang, hujan lebat malah menghantam Kota Metropolitan New York. Pada awalnya, New York tampak seolah-olah akan diguyur hujan ringan, pada Jumat (29/9). Namun, seketika menjadi cuaca paling basah dalam beberapa dekade terakhir yang melumpuhkan sejumlah jalur kereta dan jalan bawah tanah hingga bandara.
Ahli meteorologi di National Oceanic and Atmospheric Administration, David Stark, mengatakan bahwa awal pekan ini dia mendeteksi apa yang tampak sebagai cuaca khas lepas pantai.
"Namun pada Rabu malam, badai yang seharusnya terjadi di selatan kota, mulai bergerak ke utara dan itu mengubah segalanya," katanya.
Dikutip dari The Straits Times, badai tersebut akhirnya bergabung dengan cuaca bertekanan rendah lainnya yang datang dari barat. "Tempat mereka berkumpul di situlah terjadi hujan lebat," ujarnya. "Itu kebetulan terjadi di New York City, dan terkadang itulah sifat sains," tambahnya.
Hujan lebat di bulan September, New York belum pernah sedahsyat ini selama lebih dari satu abad. Perubahan iklim kemungkinan besar akan memicu hujan lebat yang lebih buruk dan berkepanjangan karena saat atmosfer memanas, hal ini dapat menahan lebih banyak kelembapan, menurut peneliti senior Andrew Kruczkiewicz, yang berspesialisasi dalam banjir bandang di Columbia Climate School.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : andes
Komentar
()Muat lainnya