Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Krisis Iklim I Dari 2011-2020 Kenaikan Bencana Iklim di Indonesia Meningkat 67 Persen

Perubahan Iklim Berpotensi Rugikan Ekonomi RI Rp544 Triliun

Foto : ISTIMEWA

Direktur Eksekutif Institute for Es­sential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan, sejak 2011 hingga 2020, jumlah kenaikan bencana iklim di Indonesia meningkat 67 persen. Ben­cana iklim diperkirakan akan terus me­ningkat. Pada periode yang sama, emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia juga meningkat sekitar 15 persen.

A   A   A   Pengaturan Font

» Perlu dilakukan pemotongan 9-11 gigawatt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada 2030.

» Ancaman paling nyata dari dampak climate change ini adalah ketersediaan pangan.

JAKARTA - Perubahan iklim yang mengancam planet Bumi harus segera diatasi melalui berbagai kebijakan ketahanan iklim agar mampu menghindari potensi kerugian bagi umat manusia. Apalagi, baik Indonesia maupun global saat ini memiliki triple planetary crisis, yaitu perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati yang akan mengancam masa depan Bumi dan manusia.

Berdasarkan data The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim pada 2022, krisis perubahan iklim mengancam sekitar 50 persen sampai 75 persen dari populasi global pada tahun 2100.

Kemudian, berdasarkan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada 2022, polusi udara dinobatkan sebagai penyebab penyakit dan kematian dini terbesar di dunia hingga terdapat 4,2 juta kematian setiap tahun.

Sementara berdasarkan Platform Kebijakan-Sains Antarpemerintah tentang Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem (IPBES) 2019, hilangnya keanekaragaman hayati dapat mengancam kesehatan manusia dan jasa ekosistem. Saat ini terdapat sekitar satu juta spesies tumbuhan dan hewan yang menghadapi ancaman kepunahan.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Medrilzam, menyebutkan potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat adanya perubahan iklim, jika tidak ada intervensi kebijakan, mencapai 544 triliun rupiah sepanjang 2020 sampai 2024.

"Kita lihat potensi hazard yang ada dan setelah dihitung dan dievaluasi potensi kerugian ekonominya mencapai 544 triliun rupiah," kata Medrilzam dalam Media Briefing: Measuring The Progress of Low Carbon and Green Economy seperti diberitakan Antara, di Jakarta, Selasa (9/8).

Medril menuturkan potensi kerugian ekonomi Indonesia sebesar 544 triliun rupiah tersebut meliputi empat sektor, yaitu pesisir dan laut 408 triliun rupiah, air 26 triliun rupiah, pertanian 78 triliun rupiah, dan kesehatan 31 triliun rupiah.

Di Indonesia sendiri sudah terjadi peningkatan intensitas kejadian bencana hidrometeorologi dengan mencapai 5.402 kejadian hanya sepanjang 2021. Dari 5.402 kejadian bencana alam sepanjang tahun lalu tersebut sebanyak 98 persen sampai 99 persen di antaranya merupakan bencana hidrometeorologi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan, sejak 2011 hingga 2020, jumlah kenaikan bencana iklim di Indonesia meningkat 67 persen. Bencana iklim diperkirakan akan terus meningkat. Pada periode yang sama, emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia juga meningkat sekitar 15 persen.

Karena itu, menurutnya, untuk mencegah krisis iklim maka emisi global harus dipangkas. "Kita harus memangkas besar-besaran emisi dari energi yang berkontribusi terhadap 75 persen emisi global," ungkapnya

Dalam konteks Indonesia, perlu dilakukan pemotongan 9-11 gigawatt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada 2030, dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan hingga mencapai 42-47 persen dari total energi primer pada 2030, serta peningkatan efisiensi energi di sisi permintaan

Ancaman Ketersediaan Pangan

Pengamat iklim dari Universitas Brawijaya, Malang, Adi Susilo, mengatakan ancaman paling nyata dari dampak climate change ini adalah ketersediaan pangan yang produksinya sangat bergantung pada cuaca.

Mengatasinya, petani perlu penyesuaian, tapi ini tidak mudah. Selain itu, dengan perang Russia-Ukraina yang terjadi sekarang, pasokan dan harga pangan sudah terganggu, dan tidak tahu apakah masih ada perang lain di masa depan.

Bisa dibayangkan jika ini masih ditambah dengan banjir atau kekeringan. Bukan tidak mungkin akan terjadi bencana kelaparan. Maka bencana iklim rentetannya panjang, terutama ekonomi, juga sosial politik, budaya, dan lainnya.

"Pemerintah harus antisipasi ini dengan menekan emisi karbon. Selain itu, pemerintah juga harus menagih komitmen negara-negara maju untuk mendukung peralihan energi bersih. Karena jangan sampai kita kena getah bencananya, sementara industri di luar yang menikmati keuntungan," tutur Adi Susilo

Sementara itu, Koordinator OC Komite Nasional Pertanian Keluarga (KNPK), Ika Khrisnayanti, mengatakan bahwa upaya-upaya untuk menanggapi dampak perubahan iklim adalah dengan melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Di pertanian, adaptasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan kembali ke pertanian agroekologis atau pertanian organik atau pertanian alami (natural farming).

Karena pertanian agroekologis itu memperhatikan input-input yang alami, tidak boros energi, melindungi keanekaragaman hayati, sehingga ramah lingkungan. Ini yang disebut adaptasi terhadap perubahan iklim.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top