Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Hijau | Pemanfaatan EBT di Indonesia Tertinggal Dibandingkan Thailand dan Vietnam

Pertumbuhan EBT Masih Rendah

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Transisi energi di Indonesia dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT) masih setengah hati. Sebab, kapasitas dan pertumbuhan energi terbarukan Indonesia rendah. Bahkan, di tingkat regional Asean, perkembangan EBT di Indonesia masih kalah dengan Thailand dan Vietnam.

"Ternyata kapasitas kita masih kecil sekali, sekitar sepersepuluh Vietnam dan Thailand. Jadi, ini harus menjadi cambuk buat kita mengejar ketinggalan yang jauh," kata Direktur Institut for Development of Economics and Finance (Indef), Berly Martawardaya, pada seminar web bertajuk Ancaman Resesi Global: Ekonomi Hijau di Persimpangan Jalan, di Jakarta, Senin (24/10).

Menurut data yang disampaikan, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) Indonesia masih di bawah 500 megawatt (MW) pada 2020. Kapasitas terpasang PLTS Thailand mencapai 3.000 MW dan PLTB mencapai 1.500 MW pada periode yang sama.

Selain itu, kapasitas terpasang PLTS Vietnam mendekati 2.500 MW dan PLTB lebih dari 500 MW. Jika dibandingkan dengan Filipina, kapasitas terpasang PLTS negeri jiran itu mencapai 1.500 MW dan PLTB mendekati 500 MW.

Padahal, Berly menyampaikan potensi EBT Indonesia tinggi, dengan jenis EBT yang ada yakni PLTS, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), bioenergi, PLTB, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), dan pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL). Hingga Agustus 2021, bauran energi Indonesia yakni 65,60 persen berasal dari batu bara, 17,89 persen gas, 13,54 persen EBT, dan 3,75 persen minyak.

Untuk itu, Berly menyampaikan Indonesia harus melakukan transisi menuju ekonomi hijau, karena sebagai negara tropis, Indonesia memiliki risiko bencana banjir, topan, kebakaran hutan, dan naiknya level air laut. Selain itu, kebutuhan untuk menurunkan krisis iklim sebagai mitigasi maupun adaptasi yang bersifat nasional.

Hal tersebut juga perlu dilakukan untuk menunaikan tiga janji kemerdekaan, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, ikut melaksanakan perdamaian dunia, dan meningkatkan kesejahteraan umum.

Susun Strategi

Pada kesempatan sama, Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Qatro Romandhi, menyampaikan pemerintah melancarkan sejumlah strategi implementasi dalam mengurangi pemanfaatan energi fosil dalam jangka panjang. Pertama yakni menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang mengatur mengenai pengaturan percepatan pengembangan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan.

Selanjutnya, percepatan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), terutama Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan PLT Bayu. Strategi implementasi selanjutnya adalah penggunaan teknologi yang efisien, yang berada di sektor pengguna, di antaranya sektor industri, bangunan, gedung, rumah tangga, dan transportasi.

"Ini yang perlu kita sama-sama membantu supaya penggunaan energi final bisa turun," kata Qatro.

Terakhir, yakni mempromosikan penggunaan kendaraan listrik dan kompor induksi. Menurut Qatro, strategi tersebut perlu dilancarkan mengingat produksi minyak terus mengalami penurunan, sedangkan konsumsi tidak pernah turun.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top