Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Permainan Lapangan "Squid Game" Kembali Populer

Foto : NHK
A   A   A   Pengaturan Font

SEOUL - Squid Game lebih dari sekadar programa hit Netflix. Ini juga merupakan permainan lapangan yang sesungguhnya di Korea Selatan. Seperti banyaknya rujukan nostalgia di dalam acara tersebut, permainan ini juga mengalami kebangkitan lagi.

Netflix mengatakan lebih dari 140 juta orang telah menonton acara ini, yang menampilkan 456 karakter butuh uang yang berkompetisi dalam permainan hidup atau mati guna memenangkan hadiah uang 40 juta dollar AS.

Dalam episode pertama, penonton menyaksikan para karakter utamanya ketika masih kecil bermain Squid Game yang sesungguhnya saat senja. Permainan ini merupakan kegiatan melewatkan waktu yang populer di Korea Selatan pada era '70-an dan '80-an.

Dua tim saling berhadapan di lapangan bermain dengan pola seperti cumi-cumi yang digambar menggunakan kapur. Tim penyerang berusaha menerobos pertahanan dan menang kalau menginjak kepala cumi-cuminya.

Permainan ini hanyalah salah satu dari banyak kiasan nostalgia yang digunakan dalam acara ini. Boneka animatronik Younghee yang terlihat sangat menonjol itu dibuat berdasarkan karakter dalam buku pelajaran sekolah Korea.

Dalam drama ini, para kompetitor melakukan permainan "Lampu Merah, Lampu Hijau" bersama robot tersebut, dengan nyawa mereka sebagai taruhannya.

Para pengunjung Desa Budaya Paus Jangsaengpo di Kota Ulsan dapat mencoba banyak permainan tersebut dalam replika sebuah desa tradisional.

Salah seorang pengelolanya, Kang Myung-won, mengatakan acara itu memicu lonjakan minat mendadak terhadap taman mereka. Ia mengatakan taman ini menerima sekitar dua kali jumlah pengunjung daripada sebelumnya, meskipun terdapat dampak pandemi virus korona.

"Pada awalnya kami heran tiba-tiba banyak orang yang datang," kata Kang. Kemudian ia mendengar orang-orang membicarakan mengenai acara itu. Beberapa orang bahkan menyebut taman itu sebagai 'tempat suci'.

"Ada banyak permainan yang saya kenal," kata seorang perempuan yang membawa putrinya ke desa tersebut. "Namun anak-anak tidak memahaminya. Saya senang menjelaskan dan memainkan permainan-permainan tersebut bersama putri saya," imbuh dia.

Sementara kenangan yang dibangkitkan oleh acara ini hangat dan penuh nostalgia, ceritanya sendiri brutal.

Kyung Hyun Kim, profesor kajian Asia Timur dari Universitas California, mengatakan bahwa permainan masa kecil merupakan wahana untuk membantu para penonton mengingat tema-tema gelap ketidakadilan dan kesenjangan kekayaan yang melebar.

"Serial ini merupakan kritik blak-blakan terhadap kapitalisme neoliberal," ujar Kim. "Penggagasnya mencoba untuk mencampurkan konten suram distopia dengan permainan anak-anak yang polos, yang membuat temanya mudah diterima," imbuh dia.

Metode ini pun sukses besar hingga memicu gelombang nostalgia bagi lebih banyak lagi masa lalu yang polos. NHK/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top