Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Riil

Perlu Insentif yang Jelas guna Memacu Kembali Manufaktur

Foto : Sumber: BPS - KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sektor manufaktur mengalami berbagai tantangan yang menyebabkan performanya tidak maksimal. Padahal, manufaktur merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar dalam perekonomian Indonesia.

Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEUI), Teuku Riefky, mengatakan tantangan manufaktur itu mulai dari daya saing dan produktivitas tenaga kerja yang rendah, minimnya investasi yang masuk, iklim persaingan usaha, serta infrastruktur pendukung yang belum memadai.

Sebab itu, dia memandang perlu adanya kejelasan insentif yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan kembali pertumbuhan industri manufaktur. "Industri kita perlu diekspose pada persaingan dengan produk-produk luar disertai dengan insentif. Namun bukan berarti harus diproteksi secara utuh, kemudian tidak terekspose dari sisi persaingan terhadap kondisi global," kata Riefky, di Jakarta, Minggu (7/4).

Dari sisi kebijakan fiskal seperti bea masuk dan sebagainya ikut punya andil dalam daya saing sektor industri manufaktur Indonesia.

"Banyak kebijakan dari sisi regulasi, investasi, perbaikan infrastruktur, kemudahan berusaha, serta regulasi terkait misalnya akuisisi lahan yang memberikan dampak negatif terhadap industri dalam negeri," kata Riefky.

Insentif tersebut, paparnya, harus segera diperjelas agar manufaktur bisa kembali tumbuh seperti sebelum pandemi Covid-19, mumpung persepsi pelaku usaha di Indonesia saat ini ada pada teritori positif, dengan pandangan optimis mengenai pertumbuhan sektor industri manufaktur.

S&P Global sebelumnya merilis data Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2024 yang berada di level 54,2 atau naik 1,5 poin dibanding capaian bulan Februari yang menyentuh angka 52,7.

Angka tersebut menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur Indonesia sedang berada pada posisi ekspansif selama 31 bulan berturut-turut. Hal itu juga sejalan dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Maret yang sama-sama berada pada fase ekspansi di level 53,05.

Kinerja PMI Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 lebih baik dibandingkan PMI Manufaktur negara-negara lain yang masih berada di fase kontraksi, seperti Malaysia (48,4), Thailand (49,1), Vietnam (49,9). Bahkan, pencapaian tersebut lebih baik dari beberapa negara industri maju, seperti Jepang (48,2), Korea Selatan (49,3), Jerman (41,6), Prancis (45,8), dan Inggris (49,9).

Tambah Kapasitas

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan insentif yang jelas akan memantik investasi baru untuk masuk, dan yang sudah lama akan menambah kapasitas melalui ekspansi pabrik.

Dengan demikian, efek positifnya selain meningkatkan produksi juga akan meningkatkan serapan pekerja, sehingga mendorong konsumsi rumah tangga makin meningkat.

"Kuncinya di pemerintah, seperti apa model dan skema fasilitasnya," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top