Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter - Upaya Memulangkan DHE Masih Sebatas Imbauan

Perlu Insentif untuk Tarik Pulang Devisa Hasil Ekspor

Foto : koran jakarta /ones
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diharapkan bisa menawarkan insentif yang tepat agar pengusaha bersedia membawa pulang ke Tanah Air Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang selama ini banyak diparkir di perbankan luar negeri.

Hal itu perlu dilakukan guna memperkuat cadangan devisa sekaligus sebagai solusi jangka pendek untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan pemerintah mesti mampu membuat formula insentif yang bisa merangsang pengusaha memulangkan DHE yang kini masih banyak tertahan di bank asing dalam bentuk nonrupiah.

"Selama ini, devisa hasil ekspor memang banyak diparkir di bank luar negeri dengan berbagai alasan. Hanya 15-25 persen DHE yang dikonversi ke rupiah. Kalau DHE-nya ditarik pulang ke Indonesia, efeknya akan signifikan memperbaiki kurs rupiah," ujar dia, di Jakarta, Senin (30/7).

Bhima menjelaskan DHE yang bersifat aliran masuk modal bersih (net capital inflow) itu akan masuk ke likuiditas perbankan nasional, sehingga juga bisa dimanfaatkan perbankan untuk menyalurkan pembiayaan lebih besar ke sektor riil.

Menurut dia, kebijakan memulangkan DHE selama ini masih sebatas imbauan dan insentif. "Kalau sekadar moral suasion atau seruan efeknya hampir dipastikan kecil. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) sudah buat paket kebijakan soal insentif DHE, itu pun juga tidak berhasil," tukas Bhima.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menilai upaya memulangkan DHE bukan hal yang mudah.

Menurut dia, ada berbagai faktor yang membuat pengusaha masih menyimpan dana hasil ekspor di luar negeri. "Kalau saya bilang, dari perbankan bukan cuma soal bunga yang lebih tinggi.

Itu tidak ada artinya karena hanya berapa sih return-nya. Justru, kalau perbankan kami lihatnya adalah ada keringanan suku bunga untuk fasilitas-fasilitas seperti pinjaman untuk ekspor," jelas dia.

Shinta memaparkan ada pengusaha yang diwajibkan menaruh dana di luar negeri untuk melakukan ekspor. Selain itu, untuk importir bahan baku juga mengalami hal yang sama. Dua hal itulah yang menjadi alasan utama masih ada devisa hasil ekspor di luar negeri.

Oleh sebab itu, Shinta menyarankan pemerintah harus dapat memberi insentif yang dapat mendorong pengusaha mengembalikan dana hasil ekspor.

"Kalau pemeritah mau menarik itu, apa benefit untuk pengusaha? Kalau dulu tax amnesty kan tujuannya untuk menarik kembali, kenyataannya tidak semua mau kembalikan ke sini.

Nah, harus dilihat saat itu kendalanya apa," jelas dia. "Mereka [pengusaha] juga mau melihat situsasi di sini, ini pertimbangannya. Jadi harus ada insentif yang diberikan pemerintah," imbuh Shinta.

Tidak Wajib

Berdasarkan catatan BI, DHE yang dikonversi ke rupiah hanya berkisar 15-25 persen dari jumlah DHE yang kembali ke Indonesia. Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan jumlah DHE yang kembali ke Indonesia baru 90 persen dari total.

Dalam aturannya, eksportir memang tidak diberi kewajiban untuk mengonversi DHE ke dalam rupiah. Aturan itu tecermin dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri.

"Tidak ada kewajiban DHE dikonversi, itu tergantung kebutuhan eksportir nya saja. Kalau butuh rupiah ya dikonversi," ungkap Mirza. Umumnya, lanjut dia, eksportir akan mengonversi DHE untuk membayar kebutuhan membayar gaji karyawan dan modal kerja.

Sejauh ini, Mirza mengatakan BI belum berencana untuk mengubah aturan yang tidak mewajibkan eksportir mengonversi DHE ke rupiah.

"Tidak ada rencana itu," tegas Mirza. Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, meminta eksportir untuk mengonversi DHE ke rupiah guna meredam pelemahan nilai tukar rupiah.

Namun, dia tak mempermasalahkan jika eksportir tidak mengonversi 100 persen DHEnya menjadi rupiah karena Indonesia juga membutuhkan valuta asing (valas) untuk kebutuhan impor.

"Bila supply dan demand valas terjaga, maka menimbulkan suatu stabilitas yang sifatnya fundamental untuk rupiah," tutur Sri Mulyani. ahm/Ant/WP

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top