Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Regulasi Pilkada | Jangan Sampai Terulang Kasus Bupati Kudus

Perlu Aturan Tegas Larang Mantan Koruptor Ikut Pilkada

Foto : ISTIMEWA

Ilham Saputra, Komisioner KPU

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) ingin ada aturan tegas yang melarang mantan narapidana korupsi untuk menjadi calon kepala daerah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Aturan tegas di Undang-undang (UU) dibutuhkan agar tidak bisa dibatalkan.

"Pengalaman dari 2019 lalu, dengan PKPU 2018, karena tidak ada di UU yang menegaskan bahwa tidak ada pasal yang menyebutkan napi koruptor dilarang menjadi caleg DPR maka menjadi tidak kuat," kata Komisioner KPU, Ilham Saputra ketika ditemui di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (1/8).

Sebelumnya, KPU mendukung wacana pelarangan mantan narapidana yang terbukti terlibat dalam kasus korupsi untuk ikut dalam Pilkada yang akan diselenggarakan pada 2020. Larangan tersebut akan dimasukkan dalam peraturan KPU (PKPU). Namun untuk memperkuat aturan itu perlu dilakukan revisi UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang harus dilakukan oleh DPR.

Menurut Ilham, KPU tidak ingin mengulang kejadian ketika Bawaslu mengabulkan gugatan agar PKPU napi koruptor dilarang menjadi caleg DPR dibatalkan. Pembatalan ini terjadi dengan alasan aturan tidak terdapat di UU.

"Orang-orang yang pernah korupsi kita tolak kemarin kan, tapi Bawaslu mengabulkan dengan alasan tidak ada di UU," tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berkomentar mengenai wacana KPU memasukkan aturan larangan bagi mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi ikut Pilkada 2020 di dalam PKPU. Kewenangan membuat aturan larangan mantan napi koruptor mengikuti Pilkada ada di tangan DPR bukan KPU.

"KPU itu jaga administrasi penyelenggaraan Pemilu saja, jangan ikut membuat politik penyelenggaraan Pemilu karena itu domainnya DPR, domain politik," kata Fahri.

Tunggu Sikap KPU

Wakil Ketua Komisi II DPR, Herman Khaeron mengatakan Komisi II DPR menunggu sikap KPU terkait wacana larangan narapidana maju dalam Pilkada. Namun, dia mengingatkan bahwa PKPU tidak boleh bertentangan dengan dengan UU.

"KPU belum menetapkan sikap, sehingga kami menunggu KPU seperti apa terkait syarat bakal calon kepala daerah," kata Herman.

Hal itu dikatakan Herman terkait dukungan KPU terhadap keinginan KPK yang mengusulkan larangan agar mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi ikut Pilkada 2020. Pendapat masyarakat terkait berbagai hal, termasuk boleh atau tidak mantan napi korupsi mendaftar dalam proses Pilkada, diserahkan kepada KPU.

Menurut Herman, KPU akan membuat peraturan dan kemungkinan dimasukkan sebagai syarat bakal calon karena sifatnya individual yaitu kalau tidak diusulkan partai, bisa melalui jalur independen. "Kalau memang di UU tidak disebutkan larangan itu namun sudah menjadi dorongan kuat masyarakat, maka dikembalikan kepada KPU. Silakan PKPU seperti apa sampai akhirnya nanti dikonsultasikan ke Komisi II DPR," tuturnya.

Komisi II DPR belum bisa mengatakan setuju atau tidak terkait wacana larangan tersebut karena perlu didiskusikan dahulu. Namun Herman menilai, calon kepala daerah yang maju dalam Pilkada harus mendapatkan kepercayaan publik.

Usulan larangan mantan napi kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah disampaikan KPK setelah lembaga itu menangkap Bupati Kudus, Muhammad Tamzil yang terjerat suap jual beli jabatan. Tamzil merupakan mantan napi korupsi saat menjabat Bupati Kudus periode 2003- 2008, lalu diajukan dalam Pilkada Kudus 2018. Kasus seperti itu hendaknya jangan sampai terulang. tri/Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top