Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Krisis - Demi Stabilitas, Tak Perlu Kejar Target Pertumbuhan Tinggi

Perkuat Cadangan Devisa, Pemerintah Perketat Impor

Foto : koran jakarta /ones
A   A   A   Pengaturan Font

>>Penerapan biodiesel B20 dan komponen lokal dipercepat.

>>Pemerintah akan jaga stabilitas rupiah dalam nilai yang wajar.

JAKARTA - Guna memperkuat ketahanan ekonomi nasional, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, pemerintah akan fokus untuk meningkatkan cadangan devisa.

Untuk itu, pemerintah akan mengurangi impor komoditas yang tidak penting. Selain itu, pemerintah juga akan mempercepat pelaksanaan mandatori biodiesel B20 dan peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

"Terutama untuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara) besar yang sebelumnya banyak menggunakan komponen impor.

Kemudian juga di Kemendag, Bea Cukai, pengendalian impor harus betul-betul kita cermati secara detail dan cepat sehingga impor-impor barang yang memang sangat penting dan sangat tidak penting itu bisa kita ketahui,"

kata Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas tentang strategi kebijakan memperkuat cadangan devisa di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, (14/8).

Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), jumlah cadangan devisa per Juli 2018 sebesar 118,3 miliar dollar AS, turun 1,5 miliar dollar AS dari posisi Juni 2018 sebesar 119,8 miliar dollar AS.

Penurunan cadangan devisa ini karena ada permintaaan valuta asing yang meningkat seperti untuk impor dan operasi moneter menjaga nilai tukar rupiah.

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore bergerak menguat sebesar 82 poin ke level 14.569 rupiah dibanding sebelumnya 14.651 per dollar AS.

Hal ini terjadi seiring dengan pelaku pasar yang mulai melepas dolar AS untuk ambil untung. Menurut Presiden, penguatan cadangan devisa penting untuk ketahanan ekonomi, terutama menghadapi ketidakpastian global, termasuk juga dampak yang terjadi di Turki.

"Kita harus jaga stabilitas rupiah dalam nilai yang wajar, inflasi rendah, defisit transaksi yang aman," kata Presiden. Presiden menuturkan bahwa saat ini Menteri Keuangan sudah mengelola dengan cara hatihati terkait sisi fiskal.

Sebab itu, diharapkan defisit APBN yang saat ini sekitar 2,12 persen pada tahun depan bisa turun di bawah 2 persen. "Kemudian juga beberapa hal yang telah disampaikan, bahwa anggaran belanja modal harus terus diperbesar dan ini saya lihat mulai kelihatan," tuturnya.

Sementara itu, dari sisi moneter, Presiden melihat bahwa pengelolaan oleh Bank Indonesia juga dilakukan sangat hati-hati, dan prudence (bijaksana).

"Saya kira akan terus kita dukung. Juga di sisi OJK, kalau kita lihat juga CAR perbankan kita masih sangat kuat pada posisi 20 persen lebih 22 persen tepatnya, sehingga hal ini yang harus kita jaga," ucap Presiden.

Presiden juga mengingatkan terkait terobosan untuk meningkatkan ekspor, termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan investasi. "Kita juga sudah buka OSS.

Ini dampaknya apa, harus dilihat," tutup Presiden seraya menambahkan percepatan pembangunnan infastruktur untuk mendukung pariwisata sehingga menghasilkan devisa.

Pertumbuhan Berkualitas

Sementara itu, analis pasar modal, Reza Priyambada, mengatakan meski pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup positif pada kuartal II-2018, namun defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) naik dan investasi langsung turun.

"Ini yang membuat pasar menjauhi rupiah untuk sementara waktu. Di sisi lain, dollar sebagai pelaku pasar mencari aset yang sedang naik nilainya," kata dia.

Reza mengatakan untuk saat ini stabilitas lebih diprioritaskan ketimbang mengejar pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya juga mengandalkan impor.

"Ketika pertumbuhan ekonomi mengandalkan impor artinya tidak berkualitas. Mestinya pemerintah dengan kondisi seperti itu segera berpikir untuk mengembangkan industri dalam negeri," kata dia.

Dihubungi terpisah, ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Mar'uf, mengatakan pemerintah mesti mengerem target pertumbuhan tinggi.

"Kejar stabilitas saja, pastikan langkahlangkah berkualitas bagi bisnis. Stabil lebih baik daripada tinggi," katanya. Ma'ruf menegaskan pemerintah mesti memiliki skema insentif dan disinsentif yang ampuh.

"Disinsentif musti diberikan pada impor barang konsumsi yang sebenarnya bisa kita produksi dan insentif untuk pajak ekspor maupun PPN," ujarnya. ahm/fdl/YK/SB/AR-2

Penulis : Muhamad Umar Fadloli, Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top