Perketat Lagi Impor, Jika Tidak Siap-siap PHK Masal
Ribuan Buruh pabrik di Jawa Tengah Terkena PHK I Pekerja buruh pabrik berjalan pulang usai bekerja di salah satu pabrik kawasan Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (26/6). Menurut data Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah tercatat sebanyak 7.437 orang buruh terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) selama Januari-Mei 2024, seiring tutupnya sejumlah perusahaan di wilayah itu akibat kesulitan keuangan.
JAKARTA - Setelah menimbulkan kegaduhan dari berbagai kalangan, pemerintah akhirnya bersedia merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Peninjauan kembali kebijakan tentang relaksasi impor yang dikeluarkan Mendag Zulkifli Hasan itu karena menyebabkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri terkapar.
Terkaparnya industri TPT itu terlihat pada banyaknya pabrik yang tutup dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan ratusan ribu karyawan, sehingga berdampak pada perekonomian secara keseluruhan berupa lonjakan pengangguran dan penurunan daya beli.
Sinyal pemerintah bersedia meninjau kembali regulasi kontroversial itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wirawasta, dalam keterangannya yang dikutip dari Antara, di Jakarta, Rabu (26/6).
Menurut dia, rencana pengetatan kembali regulasi impor merupakan wujud keberpihakan pemerintah pada industri TPT dalam negeri. Pihaknya menyambut baik respons Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mempertimbangkan untuk memberlakukan kembali pengetatan barang impor khususnya bagi produk TPT yang sempat direlaksasi.
"Kami menyambut baik arahan Presiden. Ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap produk dalam negeri dan penyediaan lapangan kerja," kata Redma.
Rencana tersebut, katanya, harus dikawal dan direalisasikan dengan baik oleh lembaga terkait, sehingga manfaat dari larangan dan pembatasan (lartas) produk impor yang masuk ke pasar domestik bisa kembali dirasakan oleh pelaku industri.
Dia juga meminta pemerintah menginvestigasi produk impor TPT ilegal yang dinilainya sudah berlangsung beberapa tahun, serta menginginkan untuk dilakukan penegakan hukum bagi oknum yang terbukti bersalah.
"Sebaiknya dilakukan langkah penegakan hukum, karena praktik impor ilegal yang dilakukan bertahun-tahun ini dibiarkan terus hingga makin merajalela. Baiknya dilakukan penyelidikan terhadap mereka yang terbukti terlibat agar segera ditangkap dan diadili," katanya.
Dia pun mengapresiasi langkah Kementerian Perindustrian yang berani dan tegas komplain pada permendag untuk menjaga keberlangsungan industri di Tanah Air. Sebelumnya, Presiden Jokowi menyelenggarakan rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/6), yang diikuti sejumlah menteri kabinet untuk menanggapi banyaknya industri tekstil lokal yang gulung tikar.
Mendag Zulkifli Hasan yang mengeluarkan aturan itu setelah rapat dengan Presiden, akhirnya menyadari untuk memberlakukan kembali pengetatan kebijakan dan pengaturan impor yang sebelumnya sudah dia relaksasi.
"Tadi disepakati, kita pakai instrumen pengenaan untuk TPT dan pakaian jadi, elektronik, alas kaki, dan keramik, tas dikenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), dan antidumping," kata Zulkifli. kebangkrutan pabrik-pabrik TPT tidak segera ditolong, itu berarti pemerintah membiarkan jutaan lapangan kerja hilang," katanya.
Ulah Importir Besar
Peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda, yang juga diminta pendapatnya mengatakan industri TPT sudah terkapar karena permintaan dari global turun, pemerintah jangan menambah susah dengan mempermudah arus impor masuk.
"Pemerintah juga perlu mengkaji dugaan Tiongkok melakukan dumping barang meraka yang masuk ke Indonesia. Kalau terbukti, Indonesia bisa mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)," tegasnya.
Dia pun tidak menampik keluhan industri TPT kalau diberlakukannya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 karena kuatnya tekanan importir besar. Menurut Huda, importir besar jelas lebih untung mengambil barang impor karena mereka juga harus bertarung dengan pedagang produk TPT yang jualan di e-commerce.
"Harga dari produk yang dijual itu murah banget. Bal-balan lagi mereka impornya. Untungnya juga besar," katanya.
Pilihannya kembali ke pemerintah, mau melindungi industri dalam negeri atau tidak. "Kalau iya, maka perketat lagi impor. Kalau tidak, maka siap-siap PHK masal," pungkasnya.
Ekonom Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) DIY, Y Sri Susilo, mengatakan sebagai salah satu produsen TPT terbesar di dunia, pemerintah seharusnya memproteksi industri dalam negeri ketika berada dalam masa sulit seperti saat ini. Permintaan melambat dari negara-negara tujuan ekspor begitu pula di pasar domestik yang kalah bersaing dengan produk impor terutama dari Tiongkok yang diduga menerapkan politik dumping.
"Industri TPT itu sudah jatuh tertimpa tangga. Eskpor sebagai pasar terbesar industri TPT Tanah Air sedang drop permintaannya, di dalam negeri masih dihajar lagi dengan pelonggaran impor oleh permendag yang baru. Dampaknya banyak sekali PHK di pabrik-pabrik TPT dan turunannya," papar Susilo.
"Jadi, benar kalau pelonggaran impor tekstil harus dihentikan atau dianulir. Industri TPT itu memiliki rantai yang sangat panjang dari pemintalan benang, kain, pewarna, mesin-mesin, hingga kemudian jadi bahan jadi. Jika
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya