Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perubahan Iklim

Perkebunan Teh Berpotensi Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Foto : KORAN JAKARTA/WAHYU AP

Sejumlah buruh petik teh menunggu proses timbang usai panen daun teh di kawasan Puncak, Bogor, beberapa waktu lalu. Perkebunan teh dinilai memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi gas rumah kaca.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perkebunan teh di Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui praktik pertanian rendah karbon.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil (PPH) Perkebunan Kementerian Pertanian, Prayudi Syamsuri, menyatakan Indonesia melalui Nationally Determined Contribution (NDC) berkomitmen untuk mengurangi emisi di lima sektor prioritas, salah satunya di sektor pertanian.

Meskipun sektor pertanian rentan terdampak perubahan iklim, lanjutnya dalam seminar bertajuk "Inisiatif Karbon di Sektor Teh" di Jakarta, Kamis (25/1), namun juga memiliki peran dalam upaya penurunan emisi GRK melalui praktik pertanian rendah karbon.

"Dalam hal ini, teh merupakan salah satu jenis komoditas yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi konsentrasi emisi di atmosfer," katanya.

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), tambahnya, menyebutkan teh sebagai komoditas yang cocok untuk bertransformasi menuju produksi rendah karbon.

"Tanaman tahunan, seperti teh, dapat menyerap dan menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan jenis tanaman pertanian semusim," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, perkebunan teh Indonesia memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi GRK, salah satunya dari segi lahan.

Meski area perkebunan teh nasional telah berkurang drastis dari 150.972 hektare pada 2001 menjadi 102.078 hektare pada 2021, namun, menurut data BPS pada 2022, Indonesia mempunyai perkebunan teh terluas kelima di dunia.

Selain itu, memperbaiki praktik budi daya teh juga dapat mengurangi emisi GRK, misalnya dengan optimalisasi lahan, pengelolaan agroinput, pengolahan tanah minimum, hingga pemanfaatan lahan kritis.

Dia mengatakan karbon akan tetap tersimpan dalam biomassa tanaman dan bahan organik tanah selama tidak ditebang dan terurai. Selain itu, budi daya teh tidak membutuhkan pengolahan lahan secara intensif sehingga tidak merusak struktur karbon yang tersimpan di dalam tanah.

Sementara itu, Ketua Dewan Teh Indonesia (DTI), Rachmad Gunadi, menambahkan sebagai komoditas dengan reputasi yang baik, teh mempunyai peluang untuk membangun rantai nilai yang berkelanjutan.

Pembangunan proyek karbon dengan teh sebagai vegetasi utama, menurut dia, memberikan keuntungan yang menjanjikan, baik dari segi pelestarian lingkungan hidup maupun nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha perkebunan teh.


Redaktur : andes
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top