Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi, soal Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Perempuan Harus Diberi Kesempatan Jadi Pimpinan di Alat Kelengkapan Dewan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kendati demikian, kebijakan tersebut harus dikawal lebih lanjut setelah proses pelantikan anggota dewan terpilih. Salah satunya adalah menempatkan keterwakilan perempuan dalam pimpinan alat kelengkapan dewan di parlemen.

Seperti diketahui, saat ini keterwakilan perempuan di parlemen masih berkisar pada angka 20 persen, yang masih jauh dari target yang ditetapkan yakni 30 persen. Untuk mengupas hal tersebut Koran Jakarta mewawancarai Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi, di Jakarta, Minggu (8/9). Berikut petikannya.

Keterwakilan perempuan dalam parlemen meningkat 20 persen. Meskipun tidak signifikan, bagaimana pendapat Anda?

Kami dari Kode Inisiatif mengapresiasi karena memang tiap periode pileg naik terus soal keterwakilan perempuan di parlemen. Nah, catatan saya sebenarnya, mestinya nilai atau persentase keterwakilan perempuan itu bisa lebih tinggi dibanding dengan sekarang.

Apa catatannya?

Saya memberikan catatan sebenarnya bagi perjuangan teman-teman perempuan. Mestinya ke depan kalau mau mendorong keterwakilan perempuan itu bukan hanya mendorong hanya dalam proses pencalonan atau pemilihan saja, tapi juga di dalamnya mesti memastikan keterpilihan mereka sampai duduk di parlemen, memastikan bahwa perolehan suara mereka tidak, misalnya dicurangi di dalam proses. Nah, itu juga sebenarnya menjadi salah satu catatan kenapa kemudian nilainya kalaupun naik tidak cukup signifikan.

Dengan 20 persen keterwakilan perempuan pada periode mendatang, apakah Anda optimis hak-hak perempuan akan terwakilkan dalam parlemen 2019-2024?

Untuk mengejar itu sebetulnya satu yang harus dilakukan caleg perempuan terpilih, yakni mereka harus memenuhi hak untuk dapat menduduki pimpinan dan alat kelengkapan dewan. Itu dulu hak yang terlihat yang riil. Oleh karena itu, menurut saya, kalau pada ukuran itu kalau melihat komitmen sekarang itu belum. Salah satunya hak mereka bisa menduduki alat kelengkapan dan pimpinan dewan.

Apakah karena belum ada aturan khusus mengenai persentase perempuan di alat kelengkapan dewan?

Nah, sebagai contoh revisi UU MD3 sekarang konsepnya hanya pada jumlah pimpinan MPR. Tapi putusan MK yang bicara mengenai keterwakilan perempuan di alat kelengkapan itu pun tidak pernah dibahas dalam pembahasan sekarang. Oleh karena itu, menurut saya, ini yang memang perlu menjadi perhatian bagi dewan untuk memenuhi hak perempuan, salah satunya hak perempuan di pimpinan alat kelengkapan. Saya juga meyakini kalau alat kelengkapan ini, ia bisa lebih banyak diisi oleh perempuan, perempuan itu lebih telaten, lebih jeli dan bisa dipercaya.

Kalau untuk konteks regulasi berkaitan dengan perempuan ke depan, apakah bisa terpenuhi dengan persentase 20 persen?

Justru itu. Yang mau saya sampaikan adalah, kalau selama ini perempuan hanya sebagai anggota kan posisinya akan berbeda dengan perempuan jika ada di posisi alat kelengkapan. Sehingga mereka bisa lebih mempengaruhi lebih besar kebijakan apa yang disusun oleh DPR, memimpin sidang, menginisiasi misalnya. Ini kan satu step yang perlu didorong lagi. Bukan hanya berapa orang perempuan di dewan, tapi perempuan menduduki pimpinan alat kelengkapan. Sehingga perempuan bisa dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diperoleh parlemen. trisno juliantoro/P-4


Redaktur : Khairil Huda

Komentar

Komentar
()

Top