Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pencemaran Air l Tanah Jakarta Akan Semakin Ambles

Perembesan Air Laut Meluas

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemulihan lingkungan melalui konservasi air dengan menambah ruang hijau akan menghambat perembesa air laut.

JAKARTA - Koalisi Wahana Lingkungan Hidup (Kawali), memprediksi intrusi (perembesan) air laut di Jakarta mengalami perluasan dari kajian mereka yang terakhir pada tahun 2017.

"Dari kajian kami bersama para ahli pada tahun 2017, intrusi air laut di permukaan Jakarta sudah mencapai empat kilometer ke darat. Adapun di bagian tanah dalam sudah lebih dari 11 kilometer dan tentu ada peningkatannya," kata Direktur Eksekutif Kawali Puput TD Putra, di Jakarta, Sabtu (8/9)

Kendati memprediksi ada perluasan intrusi, dirinya tidak mengetahui secara pasti saat ini sudah sejauh mana intrusi air laut dari teluk Jakarta ke wilayah daratan Jakarta sehubungan dengan belum dilakukannya lagi pengkajian lebih lanjut.

Akan tetapi, indikasi peningkatan tersebut, kata Puput, sangat besar mengingat laju pembangunan kota Jakarta yang sangat tinggi terutama pembangunan gedung tinggi, hotel dan apartemen yang otomatis meningkatkan kebutuhan air tawar bersih seiring dengan pengurangan lahan serapan air.

"Pengurangan lahan resapan air yang saat ini maksimal tinggal 30 persen dan diiringi pengadaan air yang umumnya penyedotan air bawah tanah berlebihan, ini akan semakin memperkecil volume air tanah dan berdampak merembesi daratan sehingga air tidak layak dikonsumsi lagi," kata Puput.

Jika dibiarkan seperti itu, lanjut dia, permukaan tanah di Jakarta akan semakin turun dan yang lebih parah akan terjadi amblesan tanah (land subsdance) karena adanya rongga di bawah tanah akibat air tanah - baik yang dangkal di atas 50 meter, atau dalam di bawah 50 meter- yang terus menerus diangkat ke permukaan.

"Untuk saat ini, di Jakarta Utara paling parah dan sangat dikhawatirkan. Jika tidak ada penanganan serius dan konsisten dari para pemangku kepentingan, perluasan intrusi tersebut mungkin saja masuk hingga ke Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat," ujarnya.

Yang paling baik, tutur Puput, harus dilakukan pemulihan lingkungan lewat konservasi air termasuk menambah ruang terbuka hijau di Jakarta untuk lahan resapan air dan peningkatan dan perluasan pengadaan sumur resapan di seluruh Jakarta.

"Usaha itu tentu harus diperkuat dengan penegakan peraturan secara tegas khususnya terkait pengangkatan air tanah secara besar oleh industri atau gedung-gedung pencakar langit, apartemen, hotel dan perkantoran," ujarnya.

Konsumsi Air Asin

Sebelumnya, warga Kelurahan Tugu Selatan Kecamatan Koja Jakarta Utara mengeluhkan air tanah di rumahnya yang semakin terasa asin. Sejumlah warga masih menggunakan air tanah yang asin untuk mandi dan aktifitas rumah tangga seperti mandi dan mencuci.

Terlihat beberapa pompa air terlihat pada sejumlah titik sumur galian di sekitar lingkungan RT 02/07.

Kawasan tersebut merupakan salah satunya di Jakarta Utara yang terkena dampak intrusi air laut akibat eksploitasi air tanah. Cadangan air tanah yang semakin menipis membuat permukaan tanah semakin menurun dan air laut merembes, serta mengisi kekosongan air tanah tersebut.

Hal tersebut sudah dirasakan selama 10 tahun oleh salah satu warga bernama Nur yang mengaku menggunakan air tanah untuk keperluan sehari-hari. Namun, baru terasa tujuh tahun belakangan ir yang digunakannya terasa panas dan lengket karena air tersebut sudah asin akibat intrusi air laut yang mengisi kehabisan air tanah

"Airnya sudah tidak enak dipakai mandi. Lengket, kalau sudah berkeringat jadi gatal-gatal," ujar Nur yang sehari-harinya berdagang pakaian di sekitar rumahnya.

Mau tidak mau, Nur menggunakan air tersebut demi mengurangi pengeluaran membeli air bersih pikulan karena harga per bulannya semakin melonjak tinggi, sehingga sulit baginya beralih ke air bersih.

"Di sini belum kebagian air pipa. Tapi, kalau langganan air gerobak mahal, yang awalnya sekitar Rp200 ribu per bulan sekarang menjadi Rp300 ribu per bulan. Tidak sanggup!" keluhnya.

Nur dan keluarganya pun memanfaatkan pompa air untuk mendapatkan air tanah. Dia mengaku, dalam kurun waktu sepuluh tahun pompa air miliknya sudah berganti empat kali.

"Ya karena karatan kena air asin. Kalau sudah macet pompanya mesti ganti baru," ujarnya.

Ant/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top