Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pilkada Serentak - Mendagri Sedih Banyak Kepala Daerah Terkena Kasus Hukum

Perekrutan Calon Kepala Daerah Masih Andalkan Cara Instan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pesta demokrasi masih sebatas ritual politik, belum menjadi instrumen yang menguatkan sistem sehingga perekrutan calon kepala daerah masih mengandalkan cara instan.

JAKARTA - Maraknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, tidak terlepas dari buruknya proses seleksi calon, terutama di tubuh partai. Rekrutmen calon kepala daerah masih mengandalkan cara instan. Pesta demokrasi, termasuk Pilkada akhirnya masih sebatas ritual politik, belum menjadi instrumen yang menguatkan sistem.

"Maraknya kasus korupsi yang menjerat kepala daerah atau fenomena perseteruan bupati dan wakil bupati merupakan deviasi atau penyimpangan dari proses demokrasi yang terjadi. Penyebabnya karena beragam faktor," kata pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Ahmad Bakir Ihsan, di Jakarta, Minggu (4/2).

Menurut Ahmad Bakir, kalau ditarik secara umum, ada dua faktor yang menyebabkan demokrasi tak lebih sebagai ritual dan sekadar pemenuhan prosedur. Pertama, faktor kultural. Perayaan demokrasi sejatinya berlangsung di atas dasar kecerdasan politik warga negara. Namun faktanya, tambah Ahmad, harus diakui pemahaman masyarakat terhadap politik tidak lebih dari bagi-bagi uang dan keuntungan sesaat.

Kedua, faktor struktural. Sistem yang dibangun belum sepenuhnya menjadi jalan bagi munculnya pemimpin yang kapabel dan didasarkan padakerangka meritokratif. "Partai politik yang sejatinya sebagai pemasok pemimpin yang berkualitas dan berintegritas justru berkubang dalam ajang seleksi yang instan," ujar Ahmad.

Ahmad mengatakan kedua faktor ini saling berkelindan. Pemimpin yang dimunculkan oleh partai politik lebih mengejar pada keterpilihan melalui pendekatan pragmatis. Masyarakat pun akhirnya disuguhi pemimpin yang "dermawan" sesuai dengan persepsi masyarakat terhadap politik sebagai ajang "kedermawanan" sesaat.

"Money politic pada akhirnya bukan sebagai batu sandungan untuk meraup suara rakyat yang harus dibayar melalui sumber daya yang tergadaikan dan harus dibayar melalui kekuasaan nanti setelah diraihnya," tutut Ahmad.

Area Korupsi

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), TjahjoKumolo sangat meyakini adanya area rawan korupsi, khususnya terkait perencanaan anggaran sudah dipahami oleh para kepala daerah.

Tapi, dia heran masih ada yang kena jerat. Sebagai Mendagri, dia sangat prihatin dan sedih. "Sebagai Mendagri saya sedih dengan masih berlanjutnya adanya kepala daerah yang harus berurusan dengan aparat penegak hukum," kata Tjahjo. Apalagi, lanjut Tjahjo, kepala daerah kena jerat kasus, hanya karena ingin mendapatkan kesepakatan dengan DPRD atas RAPBD yang disusun.

Padahal sudah ada revisi PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam PP tersebut, ruang-ruang yang berpotensi untuk dilakukan negosiasi telah diminimalisasi. Sehingga tidak lagi menjadi area rawan korupsi. "Sebagai contoh dalam PP tersebut, dinyatakan bahwadalam hal Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sampai dengan jangka waktu tertentu tidak disetujui DPRD, maka dapat ditetapkn oleh kepala daerah," tutur Tjahjo.

Tjahjo menambahkan demikian juga terhadap RAPBD. Apabila RAPBD tidak disepakati dalam jangka waktu tertentu, maka dapat ditetapkan. Terkait kasus yang sekarang menjerat Gubernur Jambi, Zumi Zola, asas praduga tak bersalah harus dikedepankan. Kemendagri menunggu proses hukum yang berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jika kemudian komisi antirasuah menahan Gubernur Jambi, pihaknya baru akan mengambil langkah mengangkat pelaksana tugas. Sesuai aturan, wakil gubernur yang akan jadi pelaksana tugas. "Apa pun, kasus Gubernur Jambi, kami harus kedepankan asas praduga tidak bersalah sampai ada keputusan hukum tetap nantinya," kata Mendagri. ags/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top