Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Perakit Bom dalam Ledakan Pesawat Pan Am 103 Akhirnya Diadili di AS

Foto : AP

Bagian depan Pesawat Pan AM 103.

A   A   A   Pengaturan Font

Walau telah terjadi lebih dari 30 tahun yang lalu, pengeboman pesawat Pan Am 103 masih menghantui publik Inggris Raya. Pasalnya, pesawat itu meledak 31.000 kaki di atas Lockerbie, Skotlandia, 38 menit setelah lepas landas dari London.

Kini, Abu Agila Mohammad Mas'ud Kheir Al-Marimi, seorang mantan pejabat intelijen Libya yang dituduh membuat bom dalam serangan teroris paling mematikan yang pernah terjadi di Inggris Raya itu akhirnya berhasil diekstradisi ke Amerika Serikat (AS).

Ia hadir di pengadilan federal pada Senin (12/12), dengan tuduhan melakukan tindakan terorisme internasional.

Ekstradisi Mas'ud menandai tonggak sejarah dalam penyelidikan selama puluhan tahun atas serangan teroris yang menewaskan 259 orang di dalam pesawat dan 11 di darat.

"Meskipun hampir 34 tahun telah berlalu sejak tindakan terdakwa, banyak keluarga yang tidak pernah pulih sepenuhnya," kata Asisten Pengacara AS Erik Kenerson dalam persidangan yang dihadiri oleh kerabat korban, seperti dikutip dari The Associated Press.

Departemen Kehakiman AS pada hari Minggu (11/12), mengumumkan bahwa Mas'ud telah ditahan di AS, dua tahun setelah terungkap bahwa mereka telah mendakwanya sehubungan dengan ledakan tersebut.

Dua pejabat intelijen Libya lainnya telah didakwa di AS atas dugaan keterlibatan mereka dalam serangan itu, tetapi Mas'ud adalah terdakwa pertama yang muncul di ruang sidang Amerika untuk menghadapi persidangan.

Penerbangan pesawat Pan Am 103 dengan tujuan New York dilaporkan meledak di atas Lockerbie, Skotlandia setelah lepas landas dari London pada 21 Desember 1988.

Insiden keji itu menewaskan ratusan warga dari 21 negara. Di antara 190 orang Amerika di dalamnya adalah 35 mahasiswa yang terbang untuk merayakan Natal setelah satu semester belajar di luar negeri.

Pemboman itu mengungkapkan ancaman terorisme internasional lebih dari satu dekade sebelum serangan 11 September 2001, dan menghasilkan penyelidikan global dan sanksi hukuman.

Di luar gedung pengadilan tempat Mas'ud diadili pada Senin (12/12), Paul Hudson membawa foto putrinya, Melina, seorang siswa berusia 16 tahun yang kembali untuk liburan Natal dari program pertukaran.

Hudson menuturkan dirinya masih ingat bagaimana setelah kecelakaan itu, barang-barangn putrinya berserakan di pedesaan Lockerbie. Keluarga itu mendapatkan kembali paspor dan buku catatannya.

"Dan buku catatan itu memiliki, di sampulnya, kutipan 'Tidak ada yang mati kecuali mereka dilupakan,' dan saya telah mencoba untuk hidup dengan itu," katanya.

Melansir AP, pengumuman dakwaan terhadap Mas'ud pada 21 Desember 2020, bertepatan dengan peringatan 32 tahun pengeboman dan pada hari-hari terakhir masa jabatan Jaksa Agung AS, William Barr.

Saat dakwaan disampaikan pemerintah AS, Mas'ud berada dalam tahanan Libya. Pengumuman itu menjadi penanda karir bagi Barr, yang dalam tugas pertamanya sebagai jaksa agung pada awal 1990-an telah mengumumkan tuntutan pidana terhadap dua pejabat intelijen Libya lainnya.

Libya versus Barat

Pemerintah Libya awalnya menolak untuk menyerahkan kedua tersangka perakit bom, Abdel Baset Ali al-Megrahi dan Lamen Khalifa Fhimah.

Namun, rentetan sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya membuat Pemerintah Libya menyerahkan kedua tersangka untuk diadili di tempat netral di Belanda.

Tahun berikutnya, Libya setuju untuk membayar 2,7 miliar dolar AS sebagai kompensasi kepada keluarga korban tewas. Kompensasi ini akhirnya membuka jalan bagi pencabutan sanksi PBB terhadap negara tersebut.

Dalam kasus Mas'ud, dakwaan Departemen Kehakiman yang baru dibuka mencakup tiga dakwaan terkait ledakan, termasuk penghancuran pesawat, yang mengakibatkan kematian.

Walau begitu, jaksa penuntut mengatakan pihaknya tidak akan mengejar hukuman mati bagi Mas'ud karena jenis hukuman itu tidak tersedia untuk kejahatan khusus tersebut pada saat pengeboman terjadi.

Pengakuan Mas'ud dan Keterlibatan Pemerintah Libya

Sebuah terobosan dalam penyelidikan Departemen Kehakiman itu terjadi ketika para pejabat AS pada tahun 2017 menerima salinan wawancara Mas'ud dengan penegak hukum Libya pada tahun 2012 setelah ditahan setelah runtuhnya pemerintahan pemimpin negara, Muammar Kadhafi.

Kala itu Mas'ud merupakan seorang ahli bahan peledak lama untuk dinas intelijen Libya.

Melansir AP, pejabat AS mengatakan, Mas'ud dalam wawancaranya mengaku membuat bom dalam serangan Pan Am dan bekerja sama dengan dua komplotan lain untuk melakukan serangan itu.

Dia juga mengatakan operasi itu diperintahkan oleh intelijen Libya. Mas'ud bahkan menuturkan ia dan anggota tim lainnya menerima ucapan terima kasih dari Kadhafi setelah serangan itu.

Pernyataan tertulis itu mengatakan Mas'ud mengatakan kepada penegak hukum Libya bahwa dia terbang ke Malta untuk bertemu al-Megrahi dan Fhimah.

Dia menyerahkan kepada Fhimah sebuah koper Samsonite berukuran sedang yang berisi bom, setelah diinstruksikan untuk menyetel pengatur waktunya sehingga perangkat tersebut akan meledak tepat 11 jam kemudian.

Al-Megrahi dihukum di Belanda sementara Fhimah dibebaskan dari semua tuduhan. Al-Megrahi dijatuhi hukuman seumur hidup, tetapi otoritas Skotlandia membebaskannya atas dasar kemanusiaan pada 2009 setelah dia didiagnosis menderita kanker prostat. Dia meninggal di Tripoli, masih memprotes ketidakbersalahannya.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top