Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Lingkungan Hidup

Penyebab Karhutla Mesti Dicari Terlebih Dulu

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penggunaan prinsip pertanggungjawaban mutlak (strict liability) pada penegakan hukum kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) harus dimulai dari diketahui terlebih dahulu penyebab kebakaran tersebut. Kalau tidak diketahui penyebab kebakaran tersebut maka strict liability tidak bisa diterapkan.

Ahli hukum pidana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, mengatakan untuk menegakkan hukum pada kasus karhutla itu tidak serta merta bisa menggunakan prinsip strict liability. Karena harus diketahui dulu penyebab kebakarannya. "Kalau tidak bisa diketahui penyebabnya, maka kebakaran itu sama saja dengan musibah," katanya di Jakarta, kemarin.

Perlakuan prinsip tersebut, kata Chaerul Huda, berlaku pada kasus karhutla yang terjadi di hutan negara di Pulau Jawa maupun karhutla di lahan milik korporasi di luar Pulau Jawa. Kebakaran di hutan negara juga tidak serta merta diberlakukan strict liability. Karena harus dicari dulu penyebab kebakaran itu.

Sama juga yang terjadi di lahan konsesi milik korporasi, juga harus dilihat dulu penyebab kebakaran tersebut. "Apakah dibakar atau terbakar. Kalau terbakar kan pemilik konsesi justru merupakan korban?" katanya.

Sedangkan pakar hukum kehutanan, Sadino, mengatakan perlakuan hukum yang diterapkan Kementerian Lingkungan Hidp dan Kehutanan (KLHK) pada kasus kebakaran hutan negara di Pulau Jawa berbanding terbalik dengan kasus karhutla yang terjadi di luar Pulau Jawa, yakni terus memperkarakan perusahaan-perusahaan yang dituding terlibat karhutla.

Sejak 2015 tercatat ada 171 korporasi yang dikenai sanksi administratif. Di antara 171 korporasi tersebut, sebelas korporasi digugat perdata. Lima di antaranya sudah memiliki kekuatan hukum tetap dengan nilai pertanggungjawaban korporasi senilai 1,4 triliun rupiah. Sedangkan 12 kasus lainnya diproses pidana oleh penyidik KLHK. Penegakan hukum yang dilakukan KLHK ini menggunakan prinsip pertanggungjawaban mutlak.

Secara teori, strict liability itu tidak bisa diterapkan pada kasus karhutla yang melibatkan korporasi hutan tanaman industri (HTI), korporasi perkebunan sawit, maupun kasus kebakaran di hutan negara. "Karena (untuk menerapkan strict liability) persyaratannya sangat ketat. Tapi karena KLHK menerapkan strict liability korporasi HTI dan perkebunan sawit, demi persamaan hukum, seharusnya kebakaran yang terjadi di hutan negara juga bisa diterapkan strict liability," tandas Sadino.

Sadino pun mengatakan bahwa apabila pengusaha maupun korporasi bisa didenda hingga ratusan miliar rupiah, perlakuan yang sama seharusnya bisa diterapkan pada penanggungjawab hutan negara. "Ini semata-mata demi persamaan hukum. Karena di mata hukum semua adalah sama," tegasnya.

yok/AR-2

Komentar

Komentar
()

Top