Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemilu 2019

Penyandang Disabilitas Mental Boleh Didampingi saat "Nyoblos" di TPS

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum ( KPU) membuat kebijakan khusus untuk menjamin dipenuhinya hak pilih warga penyandang disabilitas mental pada Pemilu 2019. Salah satunya, mengizinkan penyandang disabilitas mental didampingi saat pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Pendampingan dilakukan terhadap warga yang sedang dalam kondisi yang tidak sehat. Sebaliknya, jika pemilih penyandang disabilitas mental mampu memberikan hak pilihnya tanpa bantuan pihak lain, maka tak diperlukan pendampingan.

"Pelaksanaannya nanti, pertama kalau kondisinya sehat tidak perlu pendamping, kedua dalam hal diperlukan pendamping, sama seperti penyandang disabilitas lainnya," kata Komisioner KPU, Viryan Azis, di Jakarta, Jumat (23/11).

Viryan menjelaskan pendamping pemilih penyandang disabilitas bisa dari pihak yang dianggap memungkinkan. Misalnya, petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS), perawat khusus penyandang disabilitas atau keluarga pemilih. Hal ini tidak hanya berlaku untuk pemilih penyandang disabilitas mental, tetapi juga penyandang disabilitas lainnya.

"Misalnya dalam kondisi yang kurang begitu sehat, tapi dia bisa memutuskan memilih partai X, katakanlah seperti itu, maka pendamping pemilihnya mencobloskan," terang Viryan.

Namun demikian, pendamping pemilih penyandang disabilitas harus mampu menjaga kerahasiaan pilihan pemilih. Demi menjaga kerahasiaan pemilih itu, pendamping diwajibkan untuk mengisi formulir C3. formulir pernyataan pendamping merahasiakan pilihan pemilih di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Dalam penyaluran hak pilih salah satunya bersifat rahasia, wajib untuk menjaga kerahasiaan pilihan pemilih," tandas Viryan.

Viryan menegaskan pendataan penyandang disabilitas mental sebagai pemilih bukan merupakan hal baru. Viryan menyebut, penyandang disabilitas mental tetap punya hak pilih dalam Pemilu. Sejak Pemilu tahun 1955, seluruh warga negara Indonesia yang sudah berusia 17 tahun atau telah menikah, didaftar sebagai pemilih.

Hal ini, juga berlaku terhadap penyandang disabilitas mental. Mereka yang tidak punya hak pilih dalam Pemilu hanya orang yang memang dicabut hak pilihnya karena alasan tertentu.

"Dalam regulasi kepemiluan sejak Pemilu tahun 1955 sampai Pemilu 2016, seluruh warga negara Indonesia yang 17 tahun atau telah menikah, memiliki hak pilih, termasuk di dalamnya penyandang disabilitas mental, tidak ada larangan, yang dilarang adalah yang dicabut hak pilihnya," kata Viryan. Ant/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top