Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kawasaki

Penyakit Langka yang Sulit Didiagnosis

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Seringkali panas yang berkepanjangan dikaitkan dengan gejala penyakit demam berdarah (DB). Namun, saat demam masih terjadi sampai dua minggu disertai bibir dan lidah yang memerah, maka orang tua patut waspada. Gejala semacam ini bisa jadi adalah penyakit Kawasaki, penyakit langka yang biasa menjangkiti anak di Asia.

Penyakit Kawasaki yang menyerang seorang balita di Surabaya hingga saat ini belum bisa diketahui penyebabnya. Agus Harianto, Dokter Spesialis Anak menjelaskan penyakit ini hanya dapat didiagnosis secara klinis dan tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus.

"Penyakit Kawasaki penyebabnya bukan virus, sampai sekarang penyebab pastinya belum diketahui. Ditemukan pertama kali oleh dokter Kawasaki di Jepang," ujarnya.

Ia mengungkapkan banyak dokter kesulitan mendiagnosis penyakit ini.Berbagai gejala yang disebabkan penyakit ini bisa menimbulkan diagnosis yang berbeda.

"Demamnya bisa didiagnosa demam berdarah juga, pembengkakan kelenjar getah bening di leher juga bisa dikira penyakit gondok," lanjutnya.

Ia menuturkan gejala lainnya seperti kejang bisa dikira meningitis. Sehingga pemeriksaan penyakit kawasaki paling akurat bisa dilakukan oleh dokter spesialis Jantung.

Dalam risiko terburuk, penyakit kawasaki bisa menyebabkan kematian. Ihwal ini pernah dialami Charles De Silva, anak laki-laki berusia 7 tahun dari Slidell, AS. Charles meninggal karena peradangan parah di arteri, dokter lagi-lagi salah mendiagnosis penyakit bocah malang ini. Ia hanya diberi antibiotik, tapi demamnya tak kunjung turun. Diagnosis tepat baru diterima di rumah sakit kedua, tapi otak Charles keburu "mati" dan peradangan arterinya melebar di banyak tempat.

Kawasaki merupakan penyakit langka pada anak akibat peradangan pembuluh darah di seluruh tubuh. Dalam survei yang pernah dilakukan di Jepang, dari 120-150 kasus per 100 ribu dialami anak di bawah lima tahun. Penyakit ini 1,5 kali lebih banyak menyerang anak laki-laki, dan 85 persen terjadi pada anak-anak pada usia kurang dari lima tahun. Diperkirakan, terdapat 5.000-6.000 kasus baru per tahun terjadi di Jepang.

Prevalensi penyakit Kawasaki diketahui paling tinggi terjadi pada ras Asia. Di Indonesia menunjukkan perkiraan kejadian penyakit Kawasaki 6.000 kasus per tahun. Namun, yang terdiagnosis kurang dari 100 kasus per tahun. AFP/pur/R-1

Serang Jantung Anak

Penyakit Kawasaki adalah penyakit yang memengaruhi mulut, kulit, dan kelenjar getah bening. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak berusia di bawah 5 tahun.

Meski penyebabnya tidak diketahui, namun diagnosis awal menjadi kunci penentu.

Ketika gejalanya muncul pertama kali, anak-anak yang menderita penyakit ini dapat sembuh dalam hitungan hari. Namun, jika tidak diobati dalam waktu 10 hari sejak gejala awal menyerang, akan menimbulkan risiko serius bagi jantung anak.

Komplikasi meliputi pembengkakan pembuluh darah yang menjadi sangat berbahaya ketika menyentuh arteri koroner (pembuluh darah yang bertugas memasok darah ke jantung).

Penyakit ini juga bisa menyebabkan gangguan pola detak jantung seperti aritmia serta fungsi katup jantung yang tidak normal.

Gejala penyakit ini sering muncul dalam beberapa fase. Fase pertama melibatkan demam yang berlangsung selama 5 hari.

Fase ini dapat berlangsung hingga dua minggu. Berikut gejala lain yang harus diwaspadai.

  • Mata merah yang amat parah
  • Ruam di dada, perut, dan kemaluan
  • Mulut kering, pecah-pecah, dan kemerahan
  • Sakit tenggorokan
  • Pembengkakan telapak tangan dan telapak kaki (berubah warna menjadi merah keunguan)
  • Pembengkakan kelenjar getah bening

Saat anak yang menderita penyakit Kawasaki memasuki fase kedua, sebagian besar tangan dan kakinya mulai mengelupas. Gejala yang mengkhawatirkan ini juga bisa disertai diare, muntah, nyeri sendi, dan sakit perut.

Bagaimana Cara Menangani?

Pertama, sangat penting mengetahui bahwa penyakit ini terdiri dari dua jenis - khas dan umum.

Perawatan Kawasaki harus dimulai dalam 10 hari sejak anak mulai demam untuk menghindari komplikasi kardiovaskular.

Salah satu bentuk perawatan dilakukan dengan memberikan dosis imunoglobulin intravena atau IVIG (antibodi yang dimurnikan dan diberikan dengan cara diinfus) yang merupakan komponen penting dalam darah untuk melawan infeksi.

Cara pengobatan lain melibatkan pemberian aspirin dosis tinggi (atau dosis rendah dengan jangka waktu yang lebih lama) untuk mengurangi risiko komplikasi jantung.

Pada kasus Caleb, ia dianjurkan untuk menjalani kedua jenis perawatan tersebut.

"Kami berada di hari ke enam. Saya bersyukur karena dokter berpikir dan bereaksi dengan cepat. Kami berada pada waktu yang tepat untuk memulai pengobatan secara efektif," ungkap Annie.

Dalam postingannya di media sosial, Annie menceritakan betapa mahal pengobatannya, terutama karena dosis obat diberikan berdasarkan berat badan anak.

"IVIG diberikan berdasarkan berat badan anak dan seperti yang kalian tahu, Caleb sudah cukup besar. Beratnya 33,9 kg. Jumlah botol IVIG dihitung berdasarkan berat Caleb. Setiap botol harganya di atas 28.000 Peso (atau setara 7,4 juta rupiah)."

Menurut Dokter Najib Advani, Ketua Unit Koordinasi Penyakit Jantung Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia, sekaligus peneliti penyakit Kawasaki, mengatakan, penderita Kawasaki membutuhkan IVIG dua gram per kilogram berat badannya. Padahal harga per gramnya sudah di atas satu juta rupiah.

Yang bisa dipelajari dari Penyakit Kawasaki yang menakutkan ini, antara lain.

  1. Kawasaki menjadi berbahaya ketika tidak terdeteksi dan tidak mendapat pengobatan. Penyakit ini dapat berlangsung lama serta memberikan efek merusak yang dapat menghantui anak ketika dewasa. Jadi penting bagi orang tua untuk tidak menyepelekan infeksi yang terlihat biasa saja.

2. Penting untuk mencari dokter yang kompeten dan cukup berpikiran terbuka guna mempertimbangkan segala kemungkinan.

3. Hanya karena penyakit ini dianggap langka, bukan berarti tidak dapat menyerang Anda atau seseorang yang Anda kenal.

4. Orang tua harus proaktif dan menggali informasi yang dapat membantu Anda.

5. Tidak ada pertanyaan bodoh atau konyol. Jadi jangan ragu untuk terus-menerus mengecek dengan dokter anak. AFP/pur/R-1

Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top