Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Penurunan Populasi Lebah Liar Jadi Ancaman Bagi Panen di AS

Foto : AFP/Yuri KADOBNOV

Lebah Penyerbuk - Sepasang lebah sedang mengumpulkan polen dari bunga Sakura yang ada di sebuah taman di luar Moskwa, Russia, beberapa waktu lalu. Studi terbaru pada Selasa (28/7) menyebutkan bahwa anjloknya populasi lebah liar di kawasan Amerika Utara bisa mengancam panen yang memiliki nilai komersial sebesar 1,5 miliar dollar AS.

A   A   A   Pengaturan Font

PARIS - Peran lebah liar amat penting bagi panen buah dan sayuran di kawasan Amerika Utara yang memiliki nilai komersial sebesar 1,5 miliar dollar AS. Namun sebuah riset terbaru yang dilakukan universitas di Amerika Serikat (AS) dan Kanada mewanti-wanti bahwa penurunan populasi lebah liar yang berperan dalam proses penyerbukan ini bisa mengancam produktivitas dan nilai ekonomi dari sektor pertanian yang amat penting ini.

"Anjloknya populasi serangga di seluruh dunia menimbulkan kekhawatiran akan adanya konsekuensi langsung terhadap panen dan mata rantai makanan alamiah," demikian kesimpulan riset yang didanai Kementerian Pertanian AS.

Dalam riset tersebut para peneliti memperhatikan 7 tanaman buah, sayuran, dan kacang-kacangan penting yang amat tergantung terhadap proses penyerbukan oleh lebah liar.

Sebelumnya, banyak pihak menyebut lebah madu memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai serangga penyerbuk. Namun ternyata dalam riset terbaru ini didapati bahwa lebah liar merupakan serangga yang paling produktif dalam proses penyerbukan bahkan jika terjadi upaya intensifikasi lahan pertanian. Riset yang dipublikasikan pada jurnal Proceedings of the Royal Society B ini pun menyatakan investasi pebisnis pertanian pada pestisida maupun pupuk tak akan sukses jika mereka tak segera menuntaskan penurunan jumlah populasi serangga penyerbuk liar. SB/AFP/I-1


Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, AFP

Komentar

Komentar
()

Top