Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jaminan Kesehatan | Kemenkes Lambat Sosialisasi ke Rumah Sakit dan BPJS Kesehatan

Penundaan Pencabutan Obat Kanker Perlu Langkah Konkret

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Kesehatan didesak untuk segera melakukan langkah konkret terkait penundaan keputusan pencabutan beberapa obat terapi target kanker. Pasalnya, hingga kini belum ada langkah konkret terkait penundaan keputusan pencabutan beberapa obat terapi target kanker yang dijanjikan Menteri Kesehatan, Nila Moeloek dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR pada 11 Maret.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (Ikabdi), A Hamid Rochanan mengatakan, belum adanya surat sebagai tindak lanjut RDPU itu membuat pasien kanker tak bisa mendapatkan obat yang menjadi haknya.

"Kami para ahli bedah digestif yang sehari-hari berinteraksi langsung dengan pasien kanker kolorektal merasa terpanggil melihat pasien tidak mendapatkan haknya atas obat dari BPJS Kesehatan karena belum ada edaran dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membatalkan keputusannya mencabut beberapa obat targeted therapy untuk kanker, termasuk kanker kolorektal," kata Hamid, di Jakarta, Selasa (16/4).

Hamid menjelaskan, Ikabdi sudah berkomunikasi dengan para pejabat berbagai tingkatan di Kemenkes mempertanyakan tidak adanya sosialisasi khusus mengenai penundaan pencabutan beberapa obat targeted therapy kanker.

Menurut Hamid, karena pembatalan itu sudah berlaku melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan pada 1 Maret 2019, maka harus ada surat pembatalan yang bisa menjadi pegangan.

"Ketika Menteri Kesehatan dalam RDPU dengan Komisi IX pada Senin 11 Maret 2019 mengatakan akan menunda pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/707/2018, seharusnya ada sosialisasi dalam bentuk surat tertulis kepada rumah sakit-rumah sakit agar mereka punya pegangan untuk meresepkan obat yang sudah dicabut oleh surat yang berlaku sejak 1 Maret 2019 itu," kata Hamid.

Hamid menerangkan sekalipun dokter sudah meresepkan obat terapi target untuk diberikan kepada pasien, tapi pada kenyataannya pihak rumah sakit dan BPJS tidak memberikan obat tersebut.

"Bu Menkes mengatakan bahwa pasien akan tetap dilayani dengan kondisi seperti sebelum adanya surat pencabutan itu. Namun kenyataannya berdasarkan informasi di lapangan, dari 30 RS yang menangani pasien kanker kolorektal hingga pekan ini ada sekitar 75 pasien yang tidak terpenuhi haknya untuk dilayani dengan semestinya," kata Hamid.

Ketidakjelasan komunikasi mengenai penundaan pencabutan ini membuat pasien kesulitan untuk mendapatkan obatnya.

Sangat Kecewa

Sementara Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC), Aryanthi Baramuli menyatakan kecewa terhadap Kemenkes. Menurutnya, kondisi pasien kanker yang tidak mendapatkan obat yang menjadi haknya ini terkait tidak adanya langkah cepat dari Kemenkes dalam melakukan sosialisasi ke rumah sakit dan BPJS Kesehatan.

Yanthi menjelaskan bahwa tidak adanya surat tersebut sama saja melakukan pembiaran atas kondisi yang tidak menguntungkan bagi pasien untuk mendapatkan obatnya.

Anggota DPR Komisi IX, Irma Suryani Chaniago meminta agar Kemenkes menyesuaikan obat-obatan dengan kebutuhan masyarakat.ruf/Ant/E-3

Penulis : Muhamad Ma'rup, Antara

Komentar

Komentar
()

Top