Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Wayang Potehi

Pentaskan Wayang Potehi hingga di Markas UNESCO

Foto : Koran Jakarta/ Selocahyo Basuki Utomo

Para pemain cilik grup Wayang Potehi Indonesia, dari Gudo, Jombang

A   A   A   Pengaturan Font

Keberadaan dalang dan para pemain musik tidak bisa dipisahkan dari setiap pertunjukan kesenian Wayang Potehi. Mengingat pentingnya peran ini, pendiri Museum Wayang Potehi di Gudo, Jombang, yang sekaligus ketua Yayasan Kelenteng Hong San Kiong, Toni Harsono, juga melatih beberapa orang untuk menjadi dalang dan pemain alat musik pengiring Wayang Potehi.

Dalam satu grup pentas, dibutuhkan 5 orang yang terdiri dari 1 dalang, 1 asisten dalang dan 3 orang pemain alat musik tradisional.

Salah satu dalang andalan grup kesenian Potehi Indonesia dari Kelenteng Hong San Kiong adalah Widodo Santoso, warga Dusun Ndayangan, Desa Genok Watu, Ngoro, Jombang. Sebelum terjun ke pentas seni tradisional Tiongkok ini, ia sebelumnya bekerja serabutan seperti buruh pabrik dan berjualan bakso.

Widodo mulai mengenal kesenian Wayang Potehi pada tahun 1993 karena ia tinggal di dekat sebuah keleteng di Blitar. Karena dekat dengan lingkungan tersebut, maka akhirnya ia belajar dari dalang setempat.

"Karena sering nonton di kelenteng jadi suka. Kakak saya juga pemain musik Potehi, sehingga tertarik jadi dalang, lalu mulai belajar pada 2001 dan keterusan sampai sekarang," tutur dia. "Waktu pentas di Gudo, sehingga kenal Pak Toni, dan kemudian diajak membangun Potehi di Jombang," imbuh dia.

Pria berusia 52 tahun ini menjelaskan, rata-rata ia mementaskan Wayang Potehi 6 bulan dalam setahun, dengan berkeliling dari kelenteng ke kelenteng dan melanjutkan ceritanya setiap hari. "Jika sedang tidak ada pentas, saya membantu membuat panggung, menjahit baju wayang dan peralatan properti Potehi," ungkap dia.

Dalang cilik

Selain Widodo yang telah melanglang buana mementaskan Wayang Potehi hingga di markas UNESCO di Paris, Prancis, dan Festival Tong Tong di Den Haag, Belanda, grup kesenian Potehi Indonesia, Gudo, juga memiliki seorang dalang cilik berbakat. Dalang cilik itu bernama Rasya Muhammad Atahya, 9 tahun.

Kecintaan siswa kelas 3 sekolah dasar ini terhadap Wayang Potehi bermula saat ia diajak oleh seorang sepupu menonton pentas Potehi di Kelenteng Gudo.

"Awalnya senang karena lihat corak baju-baju wayangnya, lalu tanya-tanya nama wayang, dan semakin tertarik. Mulai Februari 2023 saya mulai belajar menjadi dalang," ungkap dia.

Rasya yang kini telah menguasai sejumlah cerita, termasuk Sin Jin Kui yang mengisahkan perang Kerajaan Tong Tio melawan Kerajaan See Liang, awalnya tidak percaya diri bermain sebagai dalang.

"Awalnya malu, semakin sering pentas semakin berani. Orang tua juga senang saya memiliki keterampilan ini," ucap dia.

Bocah yang telah menjalankan tur luar kota pertamanya ke Semarang ini mengaku tetap seperti anak kecil pada umumnya. "Masih senang main game di ponsel, tapi sekarang lebih suka mendalang," ungkap dia.

Selain Mulyono dan Rasya, Grup Potehi Indonesia, juga dilengkapi para pengiring musik.. Mereka adalah Anil Muttaqien, peternak sapi dan tani di sawah sebagai dalang, Herlambang, mahasiswa STIE PGRI Dewantara Jombang, yang bertugas sebagai pemain terompet dan seawlo, alat gesek biola; Rico siswa SMPN 1 Gudo, pemain tambur atau donggo; dan Khudori Alwi, siswa SMK Al Asyari, pemain twalo (gong kecil). SB/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top