Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah - Penggunaan Bahan Bakar Ramah Lingkungan Terus Dipacu

Pengembangan Hidrogen untuk Cegah Krisis Energi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan pengembangan hidrogen bisa menjadi upaya untuk mencegah krisis energi di sektor industri, sekaligus membantu terwujudnya penurunan emisi karbon dioksida (CO2) sesuai Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) sebanyak 912 juta ton pada tahun 2030.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita, dalam forum diskusi, di Jakarta, Kamis (15/8), mengatakan hidrogen merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan dan media penyimpan energi yang ideal.

Hal itu karena unsur hidrogen menjadi penghubung rantai energi yang berkelanjutan dan bebas emisi dari awal hingga akhir. Penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan terus dipacu.

"Fenomena krisis energi yang melanda dunia serta komitmen Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca, harus menjadi perhatian industri, khususnya dalam menemukan solusi pemenuhan energi yang rendah karbon," kata Reni.

Seperti dikutip dari Antara, Reni mengatakan saat ini produksi hidrogen yang dihasilkan oleh industri dalam negeri masih sebesar 4.000 ton per tahun, sehingga penggunaan hidrogen sebagai energi dalam skala besar perlu didukung dengan infrastruktur produksi, penyimpanan, dan transportasi ke pengguna akhir yang handal, aman, memadai, serta ekonomis.

Reni menyampaikan untuk memacu pengembangan dan penggunaan hidrogen dalam industri domestik, pihaknya kini tengah menyusun peta jalan (roadmap) yang akan mengatur target produksi, diversifikasi produk, serta kewajiban pemerintah dan pelaku industri.

Dekarbonisasi Industri

Dia berharap roadmap yang mengatur dekarbonisasi industri melalui penggunaan hidrogen secara masif itu dapat membantu untuk mewujudkan nol emisi karbon (Net Zero Emissions/NZE) pada tahun 2050, sekaligus memitigasi krisis energi. "Intinya akan ada (pengaturan) short term-nya, kemudian nanti jangka panjang sampai dengan 2050, untuk juga mengurangi yang dekarbonisasi," katanya.

Kemenperin menyatakan sektor gas industri dalam negeri sudah menjadi penopang pemajuan industri pengolahan (manufaktur) lainnya selama tiga dekade atau 30 tahun terakhir.

"Sektor gas industri adalah sektor pendukung yang memiliki peran sangat penting dalam operasional industri lain selama lebih dari tiga dekade terakhir," kata Reni.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menyiapkan regulasi mengenai insentif dan keringanan pajak yang dibutuhkan para pengembang untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau di Tanah Air.

"Kebijakan tersebut nantinya tercantum dalam RUU EBET yang masih dalam tahap evaluasi. Selain itu pemerintah juga tengah mengkaji strategi hidrogen nasional yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil," kata Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Andrian Feby Misna.

Andrian Feby menuturkan nantinya dalam regulasi hidrogen tersebut juga terdapat standar yang mengatur tax holiday, tax allowance, pajak, dan dasar regulasi perdagangan karbon.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, target produksi hidrogen mencapai 9,9 Mtpa (juta ton per tahun) pada 2060. Angka itu untuk memenuhi kebutuhan sektor industri sebesar 3,9 Mtpa, transportasi (1,1 Mpta), kelistrikan (4,6 Mpta), dan jaringan gas rumah tangga (0,28 Mpta). "Selain di empat sektor tersebut hidrogen juga memiliki peluang menjadi komoditi ekspor," tambah Andrian Feby.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top