Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pengadilan Thailand Bubarkan Partai Reformis, Pita Dilarang Berpolitik

Foto : AFP/Chanakarn Laosarakham

Mantan calon perdana menteri Thailand dan mantan pemimpin Partai Move Forward (MFP) Pita Limjaroenrat (kedua dari kiri) mengikuti konferensi pers di kantor pusat partai di Bangkok pada 7 Agustus 2024. Mahkamah Konstitusi di Bangkok memutuskan pada 7 Agustus 2024 untuk membubarkan MFP dan melarang dewan eksekutifnya berpolitik selama 10 tahun.

A   A   A   Pengaturan Font

BANGKOOK - Politikus paling populer di Thailand, Pita Limjaroenrat, dilarang berpolitik selama 10 tahun dan partainya dibubarkan pada hari Rabu (7/8) karena upayanya mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan.

Mahkamah Konstitusi di Bangkok memutuskan untuk membubarkan Partai Bergerak Maju (MFP) dan melarang dewan eksekutifnya berpolitik selama 10 tahun, termasuk pemimpinnya Pita Limjaroenrat, kata hakim Punya Udchachon.

Pita (43) memimpin partai reformis MFP memenangkan pemilihan umum tahun lalu setelah menyentuh hati para pemilih muda dan perkotaan dengan janjinya mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand yang ketat.

"Mari kita bersedih hari ini untuk satu hari, tetapi besok kita akan terus maju dan mari kita lepaskan rasa frustrasi melalui pemungutan suara berikutnya di pemilihan berikutnya," kata Pita dalam konferensi pers pada Rabu malam.

Upayanya untuk menjadi perdana menteri dihalangi oleh kekuatan konservatif di Senat. Sebuah koalisi partai-partai yang terkait dengan militer mengambil alih kekuasaan di bawah Perdana Menteri Srettha Thavisin.

Uni Eropa, Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan kelompok hak asasi manusia mengecam keputusan pengadilan tersebut, yang menurut Uni Eropa merugikan keterbukaan demokrasi di Thailand.

"Tidak ada sistem demokrasi yang dapat berfungsi tanpa pluralitas partai dan kandidat," kata seorang juru bicara Uni Eropa dalam sebuah pernyataan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan keputusan itu "bertentangan dengan aspirasi rakyat Thailand untuk masa depan yang kuat dan demokratis", menurut sebuah pernyataan.

"Ini merupakan kemunduran bagi pluralisme dan demokrasi diThailandserta kebebasan mendasar dalam berserikat dan berekspresi," kata Farhan Haq, wakil juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, kepada wartawan.

Diblokir

Karier politik Pita sudah terguncang pada bulan Maret ketika komisi pemilihan umumThailand meminta pengadilan tinggi membubarkan MFP.

Hal itu menyusul putusan bahwa janji partai untuk mereformasi hukum lese-majeste merupakan upaya untuk menggulingkan monarki konstitusional.

Tuduhan lese-majeste sangat serius diThailand, di mana Raja Maha Vajiralongkorn menikmati status semi-ilahi yang menempatkannya di atas politik.

Puluhan pendukung mengenakan pakaian oranye khas partai berkumpul di depan kantor pusat MFP di Bangkok.

Siriporn Tanapitiporn, seorang pedagang pasar makanan berusia 53 tahun, menangis setelah putusan dibacakan.

"Tetapi saya percaya pada generasi muda, mereka akan mengembalikan demokrasi ke negara kita," katanya.

Sakhorn Kamtalang (60) mengatakan pengadilan tidak memiliki hak untuk membubarkan partai.

"Bagi saya, Pita adalah PM saya. PM saat ini hanya seorang penjual, yang tidak cocok sebagai pemimpin negara," katanya.

Pengadilan sebagai Senjata

Pita muncul di parlemen dengan semangat tinggi pada hari Rabu pagi, memberi tahu para anggota parlemen bahwa ia percaya pada proses hukum kerajaan.

Ia memperingatkan akan sistem peradilan Thailand yang dijadikan sebagai senjata, dengan mengatakan dalam sebuah wawancara dengan AFP sebelum putusan, bahwa 33 partai telah dibubarkan selama dua dekade terakhir, termasuk "empat partai besar yang dipilih secara populer".

"Kita tidak boleh menormalisasi perilaku ini atau menerima penggunaan pengadilan yang dipolitisasi sebagai senjata untuk menghancurkan partai politik," katanya.

MFP memiliki 148 kursi di parlemenThailand yang beranggotakan 500 orang dan Pita mengatakan eksekutifnya akan membentuk kendaraan baru jika partainya dibubarkan.

MFP kemudian mengatakan akan diluncurkan kembali pada hari Jumat.

Pita pertama kali muncul di panggung politik pada tahun 2018 sebagai bagian dari Partai Maju Masa Depan (FFP) yang progresif, yang dibubarkan pada tahun 2020, yang memicu demonstrasi besar-besaran yang dipimpin pemuda yang mengguncang Bangkok selama berbulan-bulan.

Puluhan ribu orang turun ke jalan pada puncak protes, banyak yang menyampaikan kritik publik yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap keluarga kerajaan serta tuntutan transparansi dan reformasi.

Lebih dari 270 orang didakwa dengan lese-majeste setelah aksi protes tersebut, termasuk dua anggota parlemen terpilih.

Human Rights Watch (HRW) yang berkantor pusat di New York mengatakan hukum lese-majeste secara rutin digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat politik.

Pihak berwenang Thailand mengadili sedikitnya 258 orang tahun lalu atas tuduhan lese-majeste terkait dengan aktivitas yang dilakukan pada protes demokrasi atau komentar yang dibuat di media sosial, kata HRW dalam Laporan Dunia 2024.

Thailand, ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara, dikenal karena ketidakstabilan kronisnya, belasan kudeta terjadi sejak berakhirnya monarki absolut pada tahun 1932.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top