Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pendidikan Era "Post-Truth"

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh Tri Pujiati

Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan kali ini menjadi momentum mengevaluasi dan mengkritisi dunia pendidikan. Hardiknas juga sebagai pisau pembedah analisis kemajuan pendidikan sehingga mampu menghadapi tantangan era revolusi industri yang telah mengantarkan generasi bangsa ke pascakebenaran (post truth).

Angkatan post truth merupakan mayoritas dihuni generasi Z, di mana setiap individu dikategorikan sebagai melek internet. Inilah yang kemudian pascakebenaran dianggap sebagai generasi digital. Eksesnya, semua lebih percaya terhadap berita viral, tanpa menganalisis benar atau salah. Maka, jangan heran bila tantangan dunia pendidikan semakin berlipat. Mereka menghadapi tidak hanya sistem pendidikan, tapi juga era disrupsi yang meniscayakan kecepatan.

Saat ini, pertempuran di media sosial lebih menekankan menang kalah. Mereka tidak peduli benar atau tidak. Bagi mereka, menyerang secara verbal merupakan langkah yang harus diambil, sehingga kebenaran tidak lagi menjadi prioritas.

Mereka sengaja menciptakan kegaduhan di media sosial. Tujuannya hanya untuk mengadu domba. Di lain pihak, generasi post truth mudah percaya dengan informasi, tanpa verifikasi. Pada akhirnya, informasi tersebut berubah menjadi kabar bohong (hoaks).

Fenomena tadi tentu saja tidak lepas dari sistem pendidikan yang belum sempurna, di mana sejak era 2000-an, dunia pendidikan mengalami pergeseran paradigma dan pembelajaran konvensional menuju berbasis teknologi informasi (TI).

Sistem pembelajaran konvensional harus beradaptasi dengan generasi digital (digital generation) guna memenuhi tantangan global. Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) materi pembelajaran berbasis TI berdiri menjadi satu mata pelajaran khusus, yakni Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK).

Selain itu, baru-baru ini diselenggarakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Kebijakan UNBK merupakan langkah progresif dunia pendidikan guna memenuhi tuntutan peradaban bangsa. Terlebih lagi bagi generasi sekarang yang melek TI.

Tidak dapat dimungkiri bahwa setiap generasi memiliki ciri khas masing-masing. Begitu pun dengan generasi milenial atau Gen Z yang kerap disebut generasi Zang yang lahir antara tahun 1995-2010. Rentang usia generasi Z tergolong dalam kategori sangat produktif, antara 17-36.

Menariknya, generasi Z merupakan era yang lahir dan tumbuh dengan udara melek informasi, sehingga memiliki kecenderungan lebih progresif, inovatif, dan kreatif dalam menyikapi arus globalisasi. Maka, lahirnya generasi Z membuka tirai gaya hidup (life style) baru yang cakap memanfaatkan kesempatan dan peluang melalui TI.

Di negara maju, kebutuhan terhadap TI memupuk spirit pascakebenaran untuk mengeksplorasi berbagai inovasi. Misalnya, Bill Gates (Microsoft), Steve Jobs (Apple), Larry Page dan Sergey Brin (Google), serta Mark Zuckerberg (Facebook).

Sayangnya, generasi Z Tanah Air belum mampu menunjukkan gebrakan inovatif layaknya negara maju. Hal tersebut terlihat dari polemik rendahnya kualitas pendidikan yang masih mengakar, mengingat pendidikan merupakan garda terdepan sebagai barometer kemajuan sebuah bangsa.

Sungguh ironis, berdasarkan data UNESCO (2000) peringkat Indeks Pengembangan Manusia, kualitas pendidikan Indonesia masih sangat memprihatinkan. Dari 174 negara, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), 99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya, di kawasan Asia, kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan paling buncit dari 12 negara. Lebih tragis lagi, mutu pendidikan tinggi tanah air juga mengalami kemerosotan tajam.

Temuan data Times Higher Education pada University Rankings 2015-2016, Indonesia hanya menempatkan satu PTN, Universitas Indonesia, pada urutan ke-601 dari 800 PTN dunia. Pada level Asia Tenggara, Indonesia hanya bertengger pada posisi ke-11. Kita jauh tertinggal dari negara-negara tetangga.

Meski begitu, mewujudkan generasi Z yang melek informasi guna mendongkrak mutu pendidikan tanah air justru terganjal berbagai kendala dan kepentingan tertentu. Di sinilah sebenarnya salah kaprah orientasi pendidikan nasional yang secara dramatis mengalami kegagalan dalam mengaktualisasikan generasi Z.

Pemangku kebijakan justru disibukkan dengan berbagai agenda bongkar pasang menteri, ganti kurikulum, kebijakan UN, dan lainnya yang semestinya tidak terlalu penting. Padahal, memprioritaskan pendidikan keterampilan (skill education) bagi generasi Z sangat urgen.

Aktualisasi

Memberi akses selebar-lebarnya bagi generasi Z guna mengaktualisasikan potensi menjadi tugas penting pemangku kebijakan. Dalam buku Pedagogy of the Oppressed ditegaskan bahwa pendidikan membuat anak didik terasing (alienated) dari lingkungan dan budayanya sendiri serta tidak memiliki keterampilan khusus yang membuatnya mandiri (Hadar, 2014).

Belajar dari keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia yang menempati urutan wahid di dunia tidak menghiraukan agenda pergantian kurikulum, UN, dan lainnya. Pembelajaran di Finlandia tidak menerapkan agenda tugas rumah (PR), tidak ada UN, kurikulum pendidikan fleksibel, dan guru berkualitas terbaik. Setidaknya contoh tersebut hingga kini masih diprioritaskan sistem pendidikan Tanah Air.

Oleh karena itu, belajar dari keunggulan sistem pendidikan Finlandia, agenda pergantian menteri dan kurikulum tidak perlu terlalu dramatis hingga berlarut-larut menyita perhatian publik. Seyogianya, agenda penting yang perlu direalisasikan pemangku kebijakan, memperbaiki sistem pendidikan. Hal itu bisa dimulai dari peningkatan mutu pendidik melalui skill education.

Harapannya, skill education bagi generasi Z menjadi sarana progresif untuk menjembatani potensi yang masih terpendam. Peningkatan kualitas pendidik segera terealisasi jika diimbangi dengan sistem pendidikan yang menyenangkan (learning is fun) serta pendidikan melek TI. Inilah sebenarnya tantangan besar generasi Z yang harus kita tuntaskan bersama-sama agar Hardikanas tidak menguap begitu saja. Penulis Dosen IAIN Kudus

Komentar

Komentar
()

Top